Empat Anak Penggugat Ibunya Tak Mau Bertele-tele Mediasi

Tina Yulianti Gunawan, penasihat hukum empat anak yang menggugat perdata ibunya, ketika ditemui di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, pada Selasa, 27 Februari 2018.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Empat anak penggugat ibunya tak mau lagi membuang-buang waktu dengan macam-macam upaya mediasi. Mereka menginginkan sidang segera dimulai. Sebab beberapa kali upaya mediasi ternyata tetap buntu.

Tanah Warisan Susah Laku? Begini Rahasia Jual Cepat dan Menguntungkan

"Kalau kita menghargai undang-undang, saran mediator, harusnya segera disidangkan supaya enggak bertele-tele," kata Tina Yulianti Gunawan, pengacara keempat anak penggugat sang ibu, ketika ditemui di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa, 20 Maret 2018.

Sejauh ini, kata Tina, kliennya sudah beriktikad baik menghadiri empat kali mediasi. Begitu juga dengan rencana mediasi hari ini. Namun dia pesimistis upaya itu akan menemukan kesepakatan, seperti halnya pada mediasi-mediasi sebelumnya.

Dua Anak Gugat Ibu Lantaran Jual Tanah dan Rumah di Bandung

Para penggugat mengklaim bahwa pada dasarnya tak ada masalah pribadi dengan ibu mereka, Cicih. Namun ketika beberapa kali upaya mediasi gagal, tak ada lagi jalan kecuali melanjutkan proses gugatan dan bertemu di ruang sidang sampai hakim memutuskannya.

"Tapi kami menggunakan kesempatan yang diberikan mediator. Sudah sulit kalau tetap mengutamakan hasil rapat keluarga. Ya, kami ikuti saja upaya mediator," kata Tina.

Berdamai, Anak Cabut Gugatan Rp3 Miliar ke Ayah Kandung

Bermula penjualan tanah

Cicih digugat perdata senilai Rp1,6 miliar oleh empat anaknya gara-gara dia menjual tanah warisan dari mendiang ayah mereka (suami Cicih), S Udin. Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, pada 20 Februari 2018.

Ibu Cicih digugat empat anak kandungnya.

Tanah yang disengketakan seluas 84 meter persegi di Jalan Embah Jaksa, Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Ai Sukawati dan ketiga saudaranya sebagai ahli waris mengaku tak mengetahui ihwal penjualan lahan tersebut. Belakangan baru diketahui bahwa lahan yang sebelumnya disewakan itu dijual pada tahun 2016.

Para penggugat mengaku telah mengalami kerugian dengan rincian harga bangunan di lahan itu dan dampaknya mencapai Rp670 juta. Penggugat juga mengaku kehilangan hak subjektif, yaitu hak atas kekayaan, kehilangan hukum mencapai Rp1 miliar.

Cicih digugat perdata berdasarkan pasal 1365 jo pasal 584 jo pasal 2 Undang Undang Nomor 51PRP/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya jo pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Bukan durhaka

Keempat anak Cicih, yaitu Ai Sukawati, Dede Rohayati, Aji Rusbandi, dan Ai Komariah, menolak disebut durhaka kepada orang tuanya gara-gara gugatan itu. Sebab perkara yang digugat bukanlah untuk menghukum pidana si ibu, melainkan upaya pembatalan jual-beli tanah warisan mendiang ayah mereka.

"Intinya klarifikasi dari pihak kami: persoalannya adalah bukan anak durhaka yang menggugat ibu kandungnya. Itu salah besar," kata Tina, ketika ditemui setelah sidang di Pengadilan Negeri Bandung pada 27 Februari.

Cicih (tengah), seorang ibu yang digugat empat anaknya, sesaat sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa, 27 Februari 2018.

Gugatan itu, kata Tina, berfokus pada pembatalan jual-beli lahan 84 meter persegi yang dimohonkan keempat anak Cicih sebagai ahli waris. Maka dia pun berharap pihak Cicih tak menyalahpahami gugatan itu dan menyikapi proses hukum dengan bijaksana. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya