Kisah Dosen Hayati Pertahankan Cadar Meski Disanksi IAIN
- Repro Instagram
VIVA – Institut Agama Islam Negeri Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, mengeluarkan teguran tertulis bagi seorang Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan atas nama Hayati Syafri.
Surat dikeluarkan pada 6 Desember 2017 yang ditandatangani Nunu Burhanuddin, yang menjabat sebagai dekan di fakultas itu. Surat itu berisi tentang peringatan terhadap Hayati untuk berpakaian di dalam kampus sesuai dengan kode etik Dosen IAIN Bukittinggi.
Hayati diketahui belum lama ini bekerja dan mengajar di kampus IAIN dengan menggunakan cadar. Dan kebetulan cuma Hayati yang memilih untuk tetap menggunakan cadar.
Rektorat IAIN Bukittinggi akhirnya memutuskan untuk meliburkan Hayati sementara waktu. Dengan alasan, aturan soal berpakaian di kampus itu selama ini sudah baku, dan sama sekali tidak tertulis memperbolehkan menggunakan cadar.
Menurut Kepala Biro IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, pihak kampus tidak melarang seperti informasi yang sudah beredar di tengah masyarakat. Hanya saja, pihak kampus dalam hal ini, meminta yang bersangkutan untuk menaati kode etik kampus, karena ada pihak di kampus yang tidak merasa nyaman.
FOTO: Razia berpakaian mahasiswi di IAIN Bukittinggi.
"Dia kan guru bahasa Inggris. Dia mengajar anak-anak kan, speaking perlu. Ada beberapa yang diajar tidak nyaman. Kita kan perlu identitas. Makanya kalau di kampus, kami minta tolong kode etik kampus dipatuhi. Sampai hari ini dia belum mau," kata Syahrul Wirda.
Sementara itu, menurut Hayati, dia sudah memakai cadar sejak tahun 2017. Dan, dia memutuskan diri memakai cadar setelah memantapkan hati. Dan, sebelum niat itu dilaksanakan, Hayati sempat membicarakannya dan meminta izin kepada mahasiswa di kelas tempat dia mengajar.
Walaupun memang ada sebagian kecil mahasiswa yang mengatakan belum terbiasa melihat dirinya pakai cadar. Namun pada dasarnya mereka tak mempermasalahkannya bahkan tidak merekomendasikan Hayati untuk melepaskan cadar.
"Sejak semester lalu, saya sudah mengajar dengan cadar. Sejak awal saya minta izin kepada mahasiswa. Bahkan di akhir semester, saya juga minta evaluasi dengan tertulis tanpa sebutkan nama. 'Apakah dengan Umi mengenakan cadar apakah Ananda terganggu? Tidak nyaman dan apakah bisa dimengerti? Dan apakah mengizinkan Umi semester depan mengenakan cadar?' Umumnya mahasiswa mengatakan tidak apa-apa saya kenakan cadar," kata Hayati, Rabu 14 Maret 2018.
FOTO: Razia berpakaian mahasiswa di IAIN Bukittinggi.
Dan yang terpenting menurut Hayati, cadar yang dikenakannya sama sekali tidak mengganggu aktivitas belajar dan mengajar. Semua berlangsung normal saja. Tapi semua alasan Hayati itu tak diterima pihak IAIN. Mereka tetap meminta Hayati melepas cadar.
Berbagai cara telah dilakukan IAIN agar bisa membuat Hayati melepas cadar. Mulai dari membujuk melalui teman dekat, dipanggil langsung oleh IAIN, disidang bahkan diberikan sanksi. Sayangnya, Hayati tak gentar dan mempertahankan diri untuk memakai cadar.
Saat menghadap Wakil Rektor I IAIN, Hayati sempat menyampaikan permohonan maaf jika dirinya belum ada keyakinan untuk membuka cadar.
"Di waktu saya menyampaikan itu lah, Wakil Rektor I meminta saya untuk non-aktif saja. Saat saya minta surat, dia bilang hanya lisan tanpa adanya surat. Beliau bilang bahwa ini perintah atasan," kata Hayati. (one)