MUI Khawatir Larangan Cadar akan Diikuti Larangan Berjenggot
- REUTERS/Willy Kurniawan
VIVA – Majelis Ulama Indonesia meminta kepada semua pihak untuk menahan diri, dan tidak menjadikan isu penggunaan cadar oleh mahasiswa Universitas Islam Sunan Kalijaga (UIN) Yogyakarta sebagai alat untuk mendiskreditkan dan menyalahkan antarkelompok pandangan keagamaan di masyarakat.
"Karena dikhawatirkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 10 Maret 2018.
Zainut menilai, pemakaian cadar bagi seorang muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah salah satu bagian dalam agama Islam (furu'iyyat). Yang dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepahaman (mukhtalaf fihi).
Karena masih terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama (khilafiyah), hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandangan tersebut. Sebagai khazanah pemikiran Islam yang dinamis dan menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri bukan justru diingkari.
Ilustrasi wanita bercadar
MUI menilai, ada kesalahpahaman sementara pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.
Pandangan tersebut sangat tidak tepat. Karena radikalisme itu tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesoris belaka. Tetapi, lebih pada pemahaman ajaran agamanya. Sehingga kurang tepat jika karena alasan ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar.
"Saya khawatir setelah larangan itu kemudian disusul dengan larangan berikutnya yaitu larangan mahasiswa yang memakai celana cingkrang dan berjenggot," katanya.
Menurutnya, untuk menangkal ajaran radikalisme harus melalui pendekatan yang lebih komprehensif. Baik melalui pendekatan persuasif, edukatif maupun konseling keagamaan yang intensif.
"Untuk hal tersebut MUI meminta kepada semua pihak hendaknya menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan," katanya.
MUI yakin bahwa semua pihak tidak berharap bahwa kampus menjadi sarang penyebaran paham radikalisme, liberalisme, dan tempat yang menanamkan sikap phobia terhadap agama Islam.
"Tetapi kita semuanya berharap bahwa kampus menjadi tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat (wasathiyah) dan Islam yang rahmatan lil alamien," ujarnya. (ase)