Menag Tak Akan Ikut Campur Soal Larangan Bercadar di UIN
- Media Center Haji (MCH) 2017
VIVA – Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin angkat bicara terkait ramainya polemik larangan menggunakan cadar bagi mahasiswi yang baru-baru ini diberlakukan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Menurut Lukman, alasan pelarangan menggunakan cadar yang dilakukan oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi itu dilakukan karena alasan akademik, bukan karena alasan teologis atau agama.
"Sepengetahuan saya itu dilakukan bukan karena alasan teologis atau agama, tapi lebih kepada tata tertib, ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi UIN itu," kata Lukman Hakim Saefuddin di Hotel Lumire, Jakarta Pusat, Kamis 8 Maret 2018.
Menurut Lukman, kebijakan larangan bercadar itu muncul karena ada keluhan dari sejumlah dosen yang merasa tidak nyaman dengan pakaian yang hanya memperlihatkan dua bola mata penggunanya saja itu. Keluhan para dosen itu, lanjut Lukman, didasari kenyamanan sejumlah dosen dalam menjaga atau mengawasi aktivitas perkuliahan, terlebih ketika ujian berlangsung.
"Karena yang dikeluhkan oleh Pak Rektor atau dosen di sana itu, kalau orang tertutup seluruhnya hanya matanya saja yang nampak, ketika ujian-ujian itu sulit. Ini yang mengikuti ujian ini benar-benar mahasiswa atau joki yang ikut, itu problem yang serius. Kita tidak bisa meyakini betul apakah benar dia yang ada dibalik cadar itu benar mahasiswa yang bersangkutan. Jadi lebih kepada alasan administratif saja, bukan alasan teologis," ujarnya menjelaskan.
Meski kebijakan Rektor UIN Yogyakarta itu kini menuai banyak kecaman, Lukman tidak akan melakukan intervensi kepada Rektor UIN Sunan Kalijaga agar mencabut kebijakannya tersebut. Ia menilai, apa yang dilakukan oleh rektor UIN Sunan Kalijaga yang mengeluarkan kebijakan tersebut karena alasan peraturan akademik, bukan karena alasan agama sudah tepat.
"Itu kewenangan penuh perguruan tinggi keagamaan. Kemenag tidak akan melakukan intervensi," katanya.
"Dan yang dilakukan oleh UIN Jogja bukan pada kondisi itu (melarang karena alasan teologis/agama), tetapi lebih kepada mekanisme program-program akademik yang harus dilakukan secara terukur dan lalu bisa dipertanggungjawabkan." (mus)