LBH Yogyakarta Minta Rektor UIN Cabut Larangan Bercadar
- Dokumentasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
VIVA – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Yogyakarta menilai bahwa Rektor UIN Sunan Kalijaga telah gegabah dalam membuat kebijakan pelarangan mahasiswi bercadar. LBH Yogya menyatakan kebijakan itu tidak mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan cenderung diskriminatif. Alasan Rektor juga dinilai terkesan asumtif dan tidak berdasar kuat.
Salah satu yang disoroti adalah latar belakang pembinaan mahasiswa bercadar adalah untuk menghapus stigma UIN sebagai tempat berkembangnya paham atau kelompok tertentu yang sudah dibubarkan pemerintah.
"Kami sangat menyayangkan pendapat Rektor yang terkesan sebagai praduga tak berdasar tersebut. Semestinya hal ini tidak diucapkan oleh seorang Rektor," kata Kepala Departemen Advokasi LBH Yogya Yogi Zul Fadhli lewat keterangan pers, Selasa 6 Maret 2018.
LBH juga mengingatkan, kebijakan itu berpotensi melanggar hak asasi manusia. Mereka mengutip UUD 1945, Pasal 28E ayat 1 dan 2 yang mengatur, setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
"Sementara pada Pasal 29 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," ujar Yogi.
LBH juga menyebut Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik (ICCPR). Yang mana pada Pasal 18 dinyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama.
Selain itu, dalam komentar umum 22 Pasal 18 ICCPR U.N. Doc. HRI\GEN\1\Rev.1 at 35 (1994) disebutkan kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran mencakup berbagai kegiatan.
"Termasuk salah satunya ialah kebiasaan pemakaian pakaian tertentu atau penutup kepala," kata Yogi.
Oleh karena itu, LBH Yogyakarta mendesak Rektor UIN Sunan Kalijaga untuk mencabut kebijakan diskriminatif berupa pembinaan mahasiswi bercadar. Rektor juga diminta menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama.
"Termasuk kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, dihormati dan tidak diganggu gugat," kata Yogi.