Asrun Dicokok, KPK Ingatkan Bahaya Laten Politik Dinasti

Calon Gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun (kiri)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Politik dinasti kembali menjadi sorotan, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar transaksi suap Wali Kota Kendari, Adriatma Dwi Putra. Dalam kasus ini, Adriatma mendapatkan suap untuk ayahnya, Asrun, yang merupakan mantan Wali Kota Kendari dua periode.

KPK Klaim Tak Lagi Fokus Operasi Tangkap Tangan karena Urusan Mudah

Duit suap itu disebut KPK, digunakan Asrun untuk kepentingan kampanye Pilkada serentak 2018. Asrun akan berkompetisi dalam pilkada serentak 2018 sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra).

Menanggapi munculnya kembali politik dinasti, Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan mengatakan, hal tersebut tidak menjadi persoalan, jika selama prosesnya berjalan akuntabel dan transparan.

Tidak Ikut Terjerat OTT, Begini Kronologi Lengkap Gubernur Kalimantan Selatan jadi Tersangka Korupsi

"Kita tidak melarang itu sepanjang semua berjalan akutabel dan transparan," kata Basaria di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat 2 Maret 2018.

Basaria menambahkan, politik dinasti memang menjadi perhatian KPK. Sebab, selama kasus yang terjadi, dinasti politik selalu lekat dengan kasus korupsi.

KPK Sita Uang Belasan Miliar Diduga Buat Suap Gubernur Kalimantan Selatan

"Selalu KPK katakan, politik dinasti menjadi perhatian KPK. Faktanya, penangkapan yang dilakukan KPK ada beberapa yang berhubungan dengan politik dinasti. Bapak, ibu, anak dan seterusnya. Harapan kita, ini terjadi jangan lakukan korupsi. Itu saja intinya," ujarya.

Politik dinasti yang dibongkar KPK, yaitu pucuk pemerintahan Kota Kendari yang berlanjut dari ayah ke anak, Asrun ke Adriatma. Asrun menduduki posisi Wali Kota Kendari dari 2007 hingga 2017. Sepuluh tahun bertahta, jabatan itu kemudian ditempati Adriatma.

Baca: Miliaran Rupiah Diamankan dari OTT Cagub Asrun

Namun, kemudian KPK menyebut Asrun masih dapat memerintah, meski tak lagi mengemban amanah sebagai wali kota. Asrun disebut KPK, ingin agar Adriatma meminta suap ke pengusaha yang kerap mendapatkan proyek di Kendari bernama Hasmun Hamzah.

Komunikasi yang terjadi dengan Hasmun dilakukan oleh Fatmawati Faqih, mantan Kepala BKSAD Kendari yang juga disebut sebagai orang kepercayaan Asrun. Hasmun pun menyediakan uang Rp2,8 miliar untuk Adriatma, yang kemudian uang itu dipakai Asrun untuk kepentingan kampanye. Keempatnya pun kini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya