Muhammadiyah Kritik Respons Pemerintah Lamban soal RUU Minol
- Ade Alfath - VIVA.co.id
VIVA – Rancangan Undang-undang, atau RUU Minuman Beralkohol masih terus digodok dalam Panitia Khusus di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas menekankan pentingnya RUU Minol, karena mengancam negara dan terkesan sudah menjadi budaya.
Diakuinya, masih ada perdebatan terkait RUU yang diarahkan untuk larangan dan pembatasan miras ini. Namun, tak ada cara selain harus dimulai secara bertahap.
"Masih sulit meniadakan miras, karena banyak perdebatan kepentingan. Karena itu, cara melarang miras ini harus bertahap sedikit demi sedikit dan diberikan pengertian terkait mudaratnya," kata Yunahar dalam keterangannya, Rabu 14 Februari 2018.
Menurutnya, persoalan peredaran miras sudah jadi pekerjaan rumah pemerintah. Namun, sejauh ini, belum ada tanda-tanda perubahan lebih baik terkait kebijakan penertiban miras.
Salah satu contoh respons pemerintah yang lamban terkait RUU Minol. Keberatan dari dunia industri dalam upaya pembatasan serta larangan kemungkinan menjadi faktornya.
"Ini jadi PR pemerintah, tetapi belum ada respons yang positif dari pemerintah," tutur Yunahar.
Kemudian, bila memang tujuannya lebih baik harus dimulai aturan tegas dalam RUU Minol. Bukan hanya sekedar pembatasan, namun ada aturan tegas tentang pelarangan. "Ya memang dalam RUU ini temanya harus tegas soal pelarangan miras, bukan hanya pembatasan," tutur Yunahar.
Sementara itu, anggota Fraksi PKS di DPR, TB Soenmandjaja Rukmandis mengatakan, peredaran miras di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Kata dia, Fraksi PKS terus mengawal pembahasan RUU Minol.
Menurutnya, memang dalam pembahasan di Pansus RUU Minol masih ada perbedaan pandangan? terkait nama substansi. Pansus RUU Minol ini juga sudah dibentuk sejak 2015 lalu.
Dalam dinamikanya, ada fraksi yang setuju dengan penggunaan nama 'larangan minuman beralkohol'. Namun, ada juga fraksi yang menganggap cukup dengan nama 'pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol'. Selain itu, ada fraksi yang menilai tak perlu dengan dua penggunaan nama tersebut.
"Ini berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat. Kami arahnya ingin larangan miras, agar lebih mudah membahasakannya," ujar Soenmandjaja.