Ratusan Peluru yang Merenggut Nyawa
- VIVA/istimewa
VIVA – Tak kurang dari 130 butir peluru bersarang di tubuh seekor Orangutan jantan yang ditemukan di Desa Teluk Pandan Kalimantan Timur.
Kondisinya benar-benar memprihatinkan. Selain lemah, dengan mata buta, primata yang memiliki DNA hampir 96 persen manusia ini ternyata juga memiliki luka lain yang tak kalah mengerikan.
Tim penyelamat Orangutan, Centre for Orangutan Protection, menyebutkan hewan langka ini langsung dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis intensif.
Namun nahas, setelah 48 butir peluru berhasil dikeluarkan dari tubuhnya. Ia justru mengembuskan nafasnya. Primata malang ini pun mati dalam kondisi mengenaskan.
"Ini (peluru) terbanyak, dalam sejarah konflik antara orangutan dan manusia yang pernah terjadi di Indonesia," ujar Manajer Perlindungan Habitat COP Ramadhani, Kamis, 6 Februari 2018.
Merinci luka di tubuh Orangutan nahas ini memang membuat ngeri. Bagaimana tidak, selain bertahan dengan 130 peluru di badan.
Ia juga memiliki 19 luka akibat benda tajam dan kondisinya masih baru. Bahkan, di kepalanya ada 74 butir peluru. Itu juga yang membuat matanya buta, karena banyak peluru bersarang di mata.
Perang Belum Berakhir
Orangutan, sejak 2016 telah dinaikkan statusnya oleh lembaga PBB, IUCN, dalam posisi kritis atau Critically Endangered. Padahal sebelumnya, status primata ini masih dalam kondisi genting atau endangered.
Atas itu, ini menjadi masalah besar untuk Indonesia yang sedang gencarnya mengkampanyekan konservasi terhadap satwa langka ini.
Sejauh ini, berdasar riset terakhir diperkirakan setidaknya ada 57 ribu ekor Orangutan tersisa di Kalimantan dan 14 ribu lainnya di Pulau Sumatera.
"Dalam 75 tahun terakhir, populasi Orangutan Sumatera menurun hingga 80 persen, dan 25 persen di Kalimantan," tulis laporan IUCN.
Karena itu, kematian seekor orangutan yang dipenuhi peluru di Kalimantan Timur menjadi masalah penting sekaligus pengingat lagi bahwa masalah Orangutan menjadi komitmen semua pihak.
"Lemahnya penyelesaikan kasus dan kurangnya kesadaran masyarakat sehingga kasus seperti ini terus terulang," ujar Ramadhani.