Anindya Bakrie: Penyebar Hoax Terbanyak itu Media Sosial
- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Presiden Direktur VIVA Media Group, Anindya Novyan Bakrie, menyebutkan bahwa saluran terbanyak penyebar berita bohong atau hoax dijumpai di media sosial.
Persentasenya mencapai 92.40 persen, disusul aplikasi percakapan (chating) 62.80 persen, lalu situs web 34.90 persen. Sementara pada televisi hanya 8.70 persen, media cetak 5 persen, email 3.10 persen, dan radio 1.20 persen.
Anindya memaparkan itu dalam forum Konvensi Nasional Media Massa bertajuk Iklim Bermedia dan Seimbang: Mempertahankan Eksistensi Media Massa Nasional dalam Lanskap Informasi Global di Padang, Sumatera Barat, pada Kamis, 8 Februari 2018.
Data itu ialah hasil survei yang melibatkan 1.116 responden. Hampir seluruh responden menyatakan terganggu dengan maraknya berita hoax. Maka, katanya, salah satu cara paling efektif untuk menghambat penyebaran hoax adalah dengan mengedukasi masyarakat, penegakan hukum, mengoreksi melalui media sosial, blokir, dan flagging.
"Tak hanya itu saja. Media mainstream dituntut harus mampu menarik rasa kepercayaan para pemirsa atau pembaca. Saat ini, masyarakat Indonesia mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap media sebesar 67 persen. Angka ini meningkat empat persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya," kata Anindya.
Selain itu, Anindya juga memaparkan keberadaan media baru yang memberikan peluang bagi media konvensional untuk dapat menjangkau audiens digital melalui media sosial, mesin pencari, dan situs berbagi video YouTube.
Mesin pencari, kata Anindya, memudahkan pengguna internet untuk menemukan konten karya jurnalistik sehingga meningkatkan visibilitas. Media baru juga menjadi sarana alternatif komunikasi dua arah kepada audiens digital serta ekstensi branding dari media konvensional ke audiens digital.
Mengenai langkah-langkah untuk mendukung media nasional maupun lokal di tengah integrasi Indonesia dalam lanskap media global, Anindya berpendapat, perlu regulasi yang menopang pertumbuhan industri, media lokal, peraturan Dewan Pers tentang Kompetensi Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik.
"Kolaborasi media nasional dalam merumuskan langkah strategis untuk beraliansi demi sustainability (kesinambungan) bisnis media lokal juga sangat penting, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia media," ujarnya.