Jika Dibebaskan, Nazaruddin Akan Beli Partai Politik
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, tak henti menentang rencana pembebasan terpidana korupsi, Muhammad Nazaruddin dari penjara Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat.
Bahkan, Fahri menuduh telah terjadi persekongkolan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, terkait rencana pembebasan tersebut.
Menurut Fahri, berdasarkan informasi yang dari seorang narapidana yang pernah bertemu dengan Nazaruddin di penjara, jika sudah bebas dari kurungan penjara, Nazaruddin akan berusaha berkuasa lagi, seperti ketika ia masih menjabat anggota DPR RI.
Bahkan, Nazaruddin akan membeli partai politik untuk memuluskan hasrat berkuasanya. Fahri mengatakan, Nazaruddin bakal keluar penjara dengan kondisi langsung menjadi orang kaya.
"Begitu keluar penjara Nazar langsung jadi orang kaya. Kepada seorang narapidana dia pernah berkata, “bang, nanti keluar penjara kita beli partai dan berkuasa lagi”. Hebat kan? #MelawanLupa," kata Fahri seperti dikutip VIVA di akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah, Kamis 8 Februari 2018.
Diberitakan sebelumnya, pembebasan bersyarat kepada Nazaruddin terungkap dari keterangan Kepala Lapas Sukamiskin.
"Baru kami usulkan kok, pembebasan bersyaratnya," kata Kepala Lapas Sukamiskin, Dedi Handoko, ketika dikonfirmasi wartawan pada Kamis 1 Februari 2018.
Lapas baru mengusulkan pemberian pembebasan bersyarat itu kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, usulan itu masih dalam pembahasan dan belum ada jawaban disetujui atau ditolak.
Nazaruddin divonis dalam dua kasus korupsi berbeda. Pertama, 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Perkaranya ialah suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Mahkamah Agung, kemudian memperberat pidana Nazaruddin menjadi menjadi tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta.
Belum selesai menjalani masa hukuman pada kasus pertama, suami Neneng Sri Wahyuni itu divonis lagi pada 15 Juni 2016, atas kasus gratifikasi dan pencucian uang. Dia divonis enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Dalam kasus itu, Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Dari uang tersebut, Nazar salah satunya membeli saham Garuda Indonesia pada 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Namun, karena Nazar sudah berstatus sebagai justice collaborator, dia kerap mendapat remisi. Terakhir, Nazar mendapat remisi lima bulan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2017.
Baca: KPK dan Nazaruddin Sedang Menipu Bangsa