UGM Segera Kirim 30 Mahasiswa KKN Multi Jurusan ke Asmat
- VIVA/Daru Waskita
VIVA – Menyikapi kajian Tim Disaster Response Unit (Deru) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, akan mengirimkan mahasiswa program kuliah kerja nyata (KKN) pada April atau Maret tahun ini ke Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
Tim Deru sebelumnya diberangkatkan pada 23 hingga 29 Januari 2018 lalu. Tim Deru UGM melihat secara langsung kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang terjadi di sana. Kesimpulannya, KLB pada suku Asmat membutuhkan penanganan komprehensif yang melibatkan semua disiplin ilmu.
“Dari kajian ini, UGM berencana mengirim satu tim mahasiswa KKN sebanyak 20 hingga 30 orang pada April atau Maret nanti ke Kabupaten Asmat,” kata Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Pengabdian Masyarakat UGM Nanung Agus di Yogyakarta, Senin, 5 Januari 2018.
Bekerja selama delapan pekan penuh, mahasiswa KKN yang dikirimkan ke Kabupaten Asmat berasal dari disiplin ilmu kesehatan, sosial budaya, pemberdayaan masyarakat serta teknik.
Selain memberikan pelayanan kesehatan, mahasiswa KKN juga memberikan pendampingan masyarakat serta pendampingan bagi pemerintah daerah dalam hal kesehatan. Bidang pemberdayaan masyarakat juga diprioritaskan sebagai program peningkatan kehidupan masyarakat.
“Teknis pemberangkatan nantinya biaya ke Timika sepenuhnya ditanggung UGM. Dari Timika ke Kabupaten Asmat kita akan bekerja sama dengan sama dengan swasta,” ujar Nanung.
Harapannya, mahasiswa KKN yang baru pertama kali dikirim ke Asmat akan bisa menjadi pembuka bagi kegiatan kemahasiswaan lainnya, sebab penanganan KLB campak dan kurang gizi membutuhkan waktu panjang dan komprehensif.
Sementara itu, di hadapan wartawan, Ketua Tim Deru UGM Rachmawan Budiarto memaparkan buruknya infrastruktur mencapai Kabupaten Asmat yang dinilai menjadi faktor utama KLB campak dan kurang gizi.
“Dari Timika ke Kabupaten Asmat, kami harus menempuh perjalanan air selama 22 jam. Dari 23 distrik, kami memilih Distrik Asgast, Akat dan Sawaerma untuk melihat langsung kondisi lapangan,” jelas Rachmawan.
Tim yang terdiri dari tujuh orang ini menyimpulkan, selain infrastruktur, rendahnya pemahaman masyarakat akan hidup sehat, kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak memadai serta pola hidup masyarakat menjadi penyebab KLB.
Selama berada di Kabupaten Asmat, tim aktif mengikuti rapat koordinasi dengan Satgas yang dipimpin oleh Danrem dan Bupati setempat serta tim lapangan dari TNI dan Kemenkes.
Kondisi masyarakat Kabupaten Asmat sangat terbatas, contohnya PLN baru masuk di dua distrik dari 23 distrik yang ada. Tidak hanya itu, untuk pelayanan kesehatan hanya ada 16 puskesmas dan hanya lima di antaranya yang baru memiliki dokter.
"Kondisi sosial budaya suku Asmat adalah tantangan berat dalam meningkatkan aspek kesehatan dan kesejahteraan," ujarnya. (ase)