Dua Kasus Ulama Dianiaya, Masyarakat Jangan Terprovokasi
- Persis.or.id
VIVA – Dua peristiwa penganiayaan terhadap ulama di Jawa Barat dianggap bukanlah kasus kriminal biasa, tetapi menjadi isyarat bahwa ada situasi yang mengkhawatirkan. Masyarakat diminta tak terprovokasi sehingga dapat memicu konflik sosial yang meluas.
"Belum ada dua pekan kita berduka terhadap ulama pengasuh Pesantren Al-Hidayah. Ada situasi yang mengkhawatirkan," kata Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muda, Ahmad Zakiyuddin, kepada VIVA pada Jumat, 2 Februari 2018.
Kekhawatiran Zaky itu merespons peristiwa penganiayaan terhadap R Prawoto alias Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Ormas Islam Persatuan Islam (Persis), di Bandung, pada Kamis, 1 Februari 2018. Korban sempat dirawat di rumah sakit tetapi nyawanya tak dapat diselamatkan. Tersangka pelakunya disebut seorang dengan gangguan jiwa.
Peristiwa serupa dialami KH Umar Basri, pemimpin Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu, 27 Januari 2018. Kiai Umar dapat diselamatkan meski terluka cukup parah. Pelakunya juga disebut seorang yang mengalami gangguan jiwa.
Zaky memperingatkan dua peristiwa itu rentan dijadikan bahan hasutan yang dapat memicu konflik sosial. "Jangan sampai kejadian tersebut dimanfaatkan pihak tertentu yang menimbulkan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)," katanya.
Dia mengimbau umat Islam tak terprovokasi demi menciptakan situasi kondusif dan tidak tegang. Paling utama ialah memercayakan sepenuhnya proses hukum kepada polisi.
"(Masyarakat diimbau) tidak terjebak dalam ketegangan rivalitas kepentingan politik. Jangan bersikap dan bertindak yang menimbulkan disharmonisasi di antara masyarakat," katanya.
Polisi sudah menangkap pelaku penganiayaan Ustaz Prawoto yang disebut berinisial AM. Dia kini diobservasi di Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Bogor.
"Pelaku menganiaya dengan potongan pipa besi, diduga mengalami depresi. Sementara dilakukan observasi," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, Komisaris Besar Polisi Hendro Pandowo.