Polisi Aktif jadi Plt Gubernur Bahayakan Demokrasi

Asops Kapolri Irjen Mochammad Iriawan (tengah).
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah

VIVA – Indonesia Police Watch (IPW) menilai rencana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumoloakan menunjuk dua perwira aktif Polri sebagai Penjabat Gubernur bisa membahayakan proses demokrasi.

Pj Gubernur hingga Petinggi TNI/Polri Tinjau Kesiapan TPS Pilgub Jakarta

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai hal tersebut akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri.

"Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI," kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 Januari 2018.

Teguh Pastikan ASN Netral di Pilgub Jakarta

Atas itu ia mengingatkan agar pemerintah harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan tidak menarik mereka ke wilayah politik praktis. Apalagi hendak menciptakan Dwifungsi Polri.

"Upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI dimana Dwifungsi ABRI sudah diberangus kok malah muncul Dwifungsi Polri," ucapnya.

Ada 1.836 Anak di Jakarta Terlibat Judi Online, Transaksi Capai Rp 2,29 Miliar

Lebih lanjut, ia menuturkan, Mendagri harus segera membatalkan gagasan liarnya tersebut. Menurutnya, Tjahjo harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan plt gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak.

"Assisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar misalnya, tugasnya sangat berat untuk mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia. Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar," katanya.

"Begitu juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, tugasnya harus mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain."

IPW berharap, Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri itu. Sehingga Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut pilkada.

"Seharusnya Pelaksana Tugas gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di Kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 tahun 2002 tentang kepolisian," katanya.

Neta pun berharap, para birokrat sipil jangan memancing dan menarik Polri ke wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Apalagi saat ini ada sejumlah jenderal polisi dan militer yang ikut pilkada 2018.

Keberadaan perwira Polri sebagai plt Gubernur akan bisa berdampak negatif bagi Polri itu sendiri. Terutama untuk di Jabar, keberadaan perwira kepolisian sebagai plt Gubernur bisa berdampak pada penggugatan sejumlah pihak terhadap independensi dan profesionalisme Polri.

"Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini posisi Polri sangat tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sebagai penjaga keamanan," ucapnya.

Jika pun terjadi konflik dalam proses pilkada, katanya, Polri lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok. IPW tidak menginginkan Polri dituduh bahwa keterlibatan jenderalnya sebagai plt Gubernur hanya untuk memenangkan cagub dari partai tertentu.

"Jika kesan itu muncul tentunya akan sangat merugikan masa depan Polri," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya