BNN Curiga, Aparat Malaysia Memble Berantas Narkoba
- VIVA.co.id/ Danar Dono.
VIVA – Badan Narkotika Nasional atau BNN mempertanyakan komitmen Malaysia memberantas narkoba. Pasalnya, masih banyak penyelundupan narkotika sindikat internasional dari Malaysia yang masuk ke Indonesia, terutama melalui daerah-daerah perbatasan.
Deputi Pemberantasan pada BNN, Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari mengingatkan, bahwa Indonesia dan Malaysia sebagai anggota Asean telah mendeklarasikan keputusan Asean Drugs to Free.
"Kalaulah, misalnya, kita berpegang kepada keputusan ini, harusnya Malaysia juga melakukan tindakan yang sama. Kalau mereka tidak melakukan itu, maka saya menilai tidak punya komitmen sesama negara Asean," katanya dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 26 Januari 2018.
Arman menganalisis, faktor lain yang menyebabkan masih cukup banyak penyelundupan narkoba dari Malaysia. Mungkin saja, katanya, Malaysia memiliki komitmen, tapi petugasnya tidak bisa. Apakah itu cuek atau tidak punya kemampuan, atau (tidak) kompeten. “Berarti memble," ujarnya.
BNN sampai mengenali modus operandi penyelundupan narkoba dari Malaysia ke Indonesia melalui daerah-daerah perbatasan, biasanya lewat pelabuhan-pelabuhan ilegal.
Sindikat Malaysia dan Indonesia, menurut Arman, telah bekerja sama untuk bertanggung jawab atas wilayah masing-masing. Ringkasnya, saat paket narkoba masih di wilayah Malaysia, itu tanggung jawab sindikat Malaysia; jika barang sudah masuk wilayah Indonesia, itu menjadi wewenang sindikat Indonesia.
"Di titik itu kemudian serah terima, ship to ship, atau kapal yang bertemu pada suatu daerah," ujarnya.
Jaringan Malaysia-Aceh
Pernyataan Arman itu disampaikan dalam konferensi pers tentang pemusnahan 40,190 kilogram sabu-sabu hasil penangkapan jaringan Malaysia-Aceh.
Sebagian besar peredaran narkotika ke Indonesia, menurut Arman, lebih dulu singgah di Malaysia. Sindikat Malaysia-Aceh yang ditangkap itu ialah komplotan yang sudah diketahui sejak tahun 2017. Mereka dari Malaysia masuk ke Kalimantan, Sumatera Utara, dan Aceh.
Mereka tampak leluasa beraksi karena jarak Indonesia dan Malaysia yang dekat, rata-rata hanya tiga jam, dan bahkan ada yang cuma satu jam. Selain itu, banyak garis pantai yang terbuka dan tidak ada pengawasan membuat peredaran narkotika melalui jalur Malaysia ke Indonesia menjadi marak.
"Di situ banyak sekali pelabuhan ilegal, entah pelabuhan tikus namanya, atau kadal; yang jelas itu ilegal. Itu permasalahannya," katanya. (mus)