MA Beberkan Alasan Cabut Pergub Pembatasan Bermotor
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat. Putusan MA ini membatalkan Pergub DKI yang dibuat era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah mengatakan alasan utama karena terkait hak asasi manusia.
"Adanya larangan pengendara motor otomatis yang dilarang. Sama sama bayar pajak kenapa dilarang? Ini prinsip awalnya, prinsipnya pelanggaran terkait hak asasi manusia," kata Abdullah di kantornya, Jakarta, Jumat 12 Januari 2018.
Abdullah menambahkan dalam putusannya MA juga mempertimbangkan rasa keadilan. Pengendara sepeda motor dan pengendara mobil dinilai mempunyai hak sama.
"Sepanjang Pemda DKI belum memberikan aksesbilitas, bagi pengendara motor menikmati jalan Thamrin-Merdeka Barat, maka larangan itu jadi bertentangan dengan peraturan sebelumnya," tuturnya.
Kemudian, ia menekankan tidak hanya mencabut peraturan gubernur, MA juga memberikan rekomendasi kepada Pemda DKI untuk mengambil langkah selanjutnya. Terkait kapan pelaksanaan Putusan MA ini dilaksanakan, hal tersebut diserahkan sepenuhnya pada Pemprov DKI.
"Sejak diputuskan MA dan diumumkan di berita negara, maka putusan jadi berkekuatan hukum. Kapan dilaksanakan DKI, ya tunggu kesiapan," ujarnya.
Baca: MA Cabut Pembatasan Bermotor di Jalan Thamrin, Apa Dampaknya
Terkait putusan MA ini, gugatan diawali Yuliansyah Hamid yang bekerja sebagai wartawan dan Diki Iskandar yang bekerja sebagai pengemudi ojek daring.
Keduanya melakukan uji materi atas Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Pergub DKI Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Pergub DKI Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Pergub DKI Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda adalah dua orang.
Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Irfan Fachruddin menyatakan, aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU 39 /1999 Tentang HAM, dan UU 12 / 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.