Pengoplos Gas Subsidi di Tangerang Cara Manual tapi Canggih
- VIVA/Sherly
VIVA – Praktik ilegal pengoplosan gas yang digerebek polisi di Tangerang, Banten, dikerjakan dengan cara manual. Bahkan nyaris tanpa peralatan keamanan. Tetapi metodenya tergolong canggih dengan memanfaatkan hukum fisika gas.
Si pemilik tempat pengoplosan itu, berinisial S, menerangkan kepada polisi tentang tata cara penyulingan gas dalam konferensi pers usai penggerebekan pada Jumat, 12 Januari 2018.
Pertama-tama, menyiapkan tabung-tabung gas berukuran 3 kilogram, 12 kilogram, dan 50 kilogram yang akan dioplos. Gas bersubsidi dengan tabung 3 kilogram sebagai bahan baku utamanya.
Tabung-tabung 12 kilogram dan 50 kilogram yang kosong lebih dulu direndam di air dingin yang sebelumnya telah dimasukkan es. Sementara tabung 3 kilogram berisi gas dipanaskan lalu direndam selama setengah jam.
Saat perendaman itu dipasangkan selang atau pipa untuk memindahkan gas pada tabung 3 kilogram ke tabung 12 kilogram dan 50 kilogram. Suhu panas pada tabung 3 kilogram otomatis mengalirkan gas di dalamnya ke tabung 12 kilogram dan 50 kilogram yang bersuhu dingin.
Menurut polisi, satu tabung 12 kilogram membutuhkan sedikitnya empat tabung gas 3 kilogram; sedangkan satu tabung 12 kilogram membutuhkan 17 tabung gas melon.
"Sehari saja mereka bisa memproduksi seribu tabung gas, baik yang dua belas atau yang lima puluh kilogram," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, dalam konferensi pers usai penggerebekan itu.
Proses penyulingan itu, kata Setyo, sangat berbahaya karena tanpa standar keamanan. Misalnya, karet pada tabung gas hasil penyulingan tak sesuai standar keamanan, sehingga berpotensi mudah meledak.
Ratusan juta
Tempat pengoplosan di Kavling DPR Blok C, Kelurahan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, itu digerebek polisi pada Jumat, 12 Januari 2018.
Polisi menyita 4.200 tabung gas bersubsidi, 396 tabung gas biru ukuran 12 kilogram, dan 110 tabung gas berukuran 50 kilogram. Gas-gas berukuran tiga kilogram sebagai bahan baku oplosan dibeli dari masyarakat dengan harga cukup tinggi, yakni Rp21 ribu per tabung.
Para pelaku mengoplos gas-gas bersubsidi ukuran 3 kilogram ke tabung berukuran ke 12 kilogram atau 50 kilogram. Mereka memproses ulang sedikitnya 5.000 gas 3 kilogram hingga menjadi 1.000 tabung 12 kilogram atau 50 kilogram.
Ribuan gas oplosan itu dijual di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Harganya lebih murah dibanding harga pasaran: Rp100 ribu per tabung 12 kilogram dan Rp160 ribu per tabung 50 kilogram. Harga pasaran masing-masing jenis gas nonsubsidi itu Rp160 ribu dan Rp600 ribu.
Polisi menyebut keuntungan yang didapat para pengoplos itu ditaksir mencapai Rp600 per bulan. Para pelaku beroperasi sejak tiga bulan terakhir. (adi)