Ketika Nelayan Jakarta Iri dengan Pekerja Alexis
- VIVA.co.id/ Moh Nadlir
VIVA – Ketua Pengusaha Muda Indonesia Sam Aliano mendampingi perwakilan nelayan Teluk Jakarta ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Rabu 15 November 2017. Kedatangan Sam dan para nelayan itu untuk membicarakan nasib para nelayan di Teluk Jakarta imbas proyek reklamasi yang belum menentu.
"Kami datang untuk meminta agar Kemenko Kemaritiman melindungi dan memperhatikan nasib nelayan. Mengingat pihak Kemenko Kemaritiman selama ini kami anggap mendukung proyek reklamasi," kata Sam di Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Menurut Sam, saat ini para nelayan tidak pernah dipedulikan pemerintah. Bahkan, terkesan diabaikan dan tidak mendapat perhatian khusus. Padahal, mereka warga asli Jakarta yang kehilangan nafkah demi kepentingan reklamasi.
Sementara itu, Sam pun membandingkan kasus nelayan Teluk Jakarta dengan penutupan tempat hiburan Alexis di Jakarta Utara beberapa waktu lalu.
Menurutnya, para pekerja hiburan yang banyak mempekerjakan orang asing justru dibela dan mendapat sorotan. Selain itu, mereka meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk bertanggung jawab karena mereka kehilangan lahan pekerjaan.
"Ada pihak-pihak yang peduli bagaimana nasib pekerja asing dari Thailand, China di Alexis. Bahkan ada pihak yang mempertanyakan kepada (Gubernur DKI)Â Anies pertanggungjawaban untuk mencari pekerjaan kepada para pekerja asing. Seolah-olah pekerja asing itu dianggap berlian. Sedangkan para pekerja nelayan atau pekerja pabrik dianggap semut, tidak ada nilai," katanya.
Hal ini, kata Sam, menjadi citra negatif dan berpotensi merusak masa depan anak bangsa. Selain itu, mengganggu kenyamanan dan ketenangan bahkan membahayakan masyarakat.Â
"Saya bertanya harga diri kita sebagai bangsa dan negara? Sedangkan hal yang baik kepada masyarakat dibiarkan justru diabaikan. Itu juga yang saya pertanyakan kepada pihak Kemenko Kemaritiman. Mereka harus perhatikan nasib nelayan yang kena imbas proyek reklamasi," kata Sam.
Apalagi, menurutnya, kasus reklamasi juga terdapat kejanggalan. Tepatnya di masa akhir kepemimpinan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat. Pihak Kemenko Kemaritiman justru memberikan izin dan sertifikat tanah pulau reklamasi senilai Rp3,12 juta per meter persegi dalam waktu fantastis yakni satu hari.
"Itu tidak masuk akal. Karena kami urus rumah kecil untuk mendapat perizinan dan sertifikat saja susah. Butuh waktu berbulan-bulan. Jadi bagaimana caranya tanah seluas itu bisa mendapat izin dalam waktu singkat? Artinya, memang ada pihak yang ingin menggagalkan program Anies sesuai janjinya kepada rakyat," kata Sam.