Soal Reklamasi, Pemprov DKI Digugat ke Pengadilan
- VIVA/Anwar Sadat
VIVA.co.id – Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut moratorium pembangunan reklamasi di Pantai Utara Jakarta banyak menuai penolakan. Salah satu penolakan tersebut datang dari ratusan nelayan bersama Tim Advokasi Korban Reklamasi (Tim Akar).
Demi menghentikan reklamasi, Tim Akar melakukan berbagai langkah, salah satunya mendaftarkan gugatan class action di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 12 Oktober 2017.
Tim Akar memasukkan gugatan perbuatan dugaan melawan hukum terhadap perjanjian No.33 Tahun 2007 dan Nomor 1/AKTA/NOT/VIII/17 tertanggal 11 Agustus 2017. Di mana penggunaan atau pemanfaatan tanah di atas sertifikat hak pengelolaan nomor 45 /Kamal Muara Pulau 2A (Pulau D) antara Pemprov DKI Jakarta yang ditandatangani oleh Sekda Saefullah dengan PT Kapuk Naga Indah.
"Tujuan utama kami menggugat perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Pemprov DKI dalam hal ini dilakukan oleh Sekda Saefullah yang membuat perjanjian kerja sama tentang pengelolaan yang ada di pulau D dengan PT Kapuk Naga Indah," kata Mohamad Taufiqurrahman, salah satu tim kuasa hukum, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Adapun dugaan melanggar hukum tersebut dapat ditelisik dari beberapa hal. Di antaranya, perjanjian tak melibatkan DPRD DKI Jakarta. Lalu, proyek reklamasi bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian mencemarkan lingkungan merusak biota laut dan mengikis penghasilan nelayan petambak dan warga pesisir, serta tidak ada pembentukan tim koordinasi kerja sama daerah sehingga bertentangan dengan pasal 5 Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang petunjuk teknis tata cara kerja sama daerah.
"Kemudian objek gugatan berimplikasi terbitnya SK HGB dari BPN Jakarta Utara yang superkilat. Yakni keluar di hari yang sama dengan surat permohonan HGB tanggal 23 Agustus 2017," ujarnya.
Sementara itu, Didin, salah satu nelayan Muara Angke, menyatakan dampak dari reklamasi menyebabkan kerugian yang signifikan bagi nelayan baik materiil dan non materil.
"Teman-teman yang tinggal di pesisir pantai yang bisa menafkahi keluarga yang mata pencahariannya sebagai nelayan harus gigit jari karena keterbatasan lahan pencaharian," kata Taufiqurrahman. (ase)