Kisah Mengerikan Prajurit ABRI saat Masuk ke Lubang Buaya
- VIVA.co.id / Anwar Sadat
VIVA.co.id – Dua saksi sejarah peristiwa pengkhianatan G30S/ PKI, elda (Purn) EJ Ven Kandou dan Pelda (Purn) Soegimin hadir dalam upacara peringatan hari Kesaktian Pancasila yang digelar di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Keduanya merupakan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang bertugas mengangkat jenazah para pahlawan revolusi dari dalam sumur maut Lubang Buaya.
Menurut keduanya, mengenai film G30S/ PKI memang benar adanya. Ven Kandou mengtakan, jalan cerita film tersebut juga telah sesuai dengan apa yang dialaminya.
Bahkan, banyak sekali tanda-tanda aneh yang dia temukan sebelum terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para korban.
"Banyak tentara yang latihan. Saya ingat kemudian ada pengumuman dari RRI (kolonel) Untung sudah berbicara. Yang mau ikut (operasi) pangkatnya dinaikkan. Nah itu ceritanya benar seperti itu," kata Ven Kandou, Minggu, 1 Oktober 2017.
Ven Kandou menuturkan, selain itu di masyarakat juga telah beredar kabar adanya sejumlah jenderal yang diculik. Kemudian pada tanggal 3 Oktober, dirinya dan Soegimin diminta untuk mengangkat jenazah yang ada di Lubang Buaya. Jenazah baru bisa diangkat dari dasar sumur keesokan harinya, pada 4 Oktober 1965.
"Waktu itu subuh, sempat susah masuknya karena dilarang dan dikuasai RPKAD. Tapi akhirnya boleh masuk juga," ujarnya
Setelah itu keduanya menemukan lokasi sumur Lubang Buaya, yang dijadikan tempat mengubur tujuh pahlawan revolusi. Keduanya langsung turun ke dalam sumur. Dan jenazah Pierre Tendean yang pertama kali bisa dievakuasi dari dalam sumur.
"Yang saya paling mengenaskan lihatnya waktu itu jenazah Pak Yani. Begitu diangkat kepalanya langsung bunyi ‘grek’ dan ada bekas sayatan di lehernya. Cuma tidak sampai putus. Itu mengenaskan sekali," ujarnya
Ia mengatakan, waktu itu bersama rekannya mengangkat jenazah di dalam lubang dengan kedalaman sekitar 13 meter. Dengan cara mengikatkan tali di badan dan meminta rekannya menarik tali apabila jenazah ingin diangkat.
"Saat itu sumurnya sudah tidak ada airnya. Sumurnya itu sudah kering. Kita pakai tali diikat di badan baru turun," ujarnya
Pada peristiwa tersebut menggambarkan bagaimana tindakan sadis yang diterima para pahlawan revolusi. "Kondisi jenazah semuanya sudah dalam kondisi kotor, penuh noda darah. Tidak tega saya melihatnya. Setelah semuanya terangkat kemudian jenazah dibawa ke RSPAD," ujarnya.