Eksklusif, Penampakan Preman SUGBK Saat Memalak Sopir Bus
- Anwar Sadat - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Aksi preman-preman yang menguasai kawasan Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta Selatan, ternyata bukan isapan jempol semata.
Preman di SUGBK, berkeliaran dengan bebas tanpa ada aparat penegak hukum yang menindaknya. Padahal, preman di kawasan ini secara terang-terangan memaksa sopir dan pemilik kendaraan yang masuk dan parkir ke kawasan itu untuk memberikan ‘uang jago’.
Tak tanggung-tanggung, preman penguasa SUGBK menarik pungutan liar dalam jumlah cukup besar kepada sopir dan pemilik kendaraan.
Menurut Rojikin, sopir yang menjadi korban pemalakan preman di SUGBK, untuk sekelas orang seperti dirinya, yang hanya berprofesi sebagai sopir bus pariwisata, dipaksa menyerahkan uang Rp20 ribu.
"Saya bayar tiket di depan empat puluh ribu, terus kata petugas loket sudah tak ada bayar lagi di dalam. Tapi saat ke tempat parkir saya diminta bayar dua puluh ribu. Sudah begitu mintanya maksa, kayak memalak," kata Rojikin, Kamis, 21 September 2017.
Berdasarkan pantauan, tak hanya ada satu dua orang yang menjadi preman penguasa SUGBK. Jumlah mereka cukup banyak.
Bahkan secara eksklusif VIVA.co.id berhasil mengabadikan detik-detik penampakan seorang preman saat sedang memalak seorang pengemudi bus yang parkir di dekat Gedung Jakarta Convention Center.
Preman ini memaksa sopir yang dalam bus untuk memberikan uang parkir sebesar Rp20 ribu. Anehnya lagi, saat pemalakan berlangsung, seorang petugas keamanan SUGBK juga ada di dekat lokasi.
Tapi, petugas keamanan  itu membiarkan begitu saja preman beraksi memalak sopir bus tersebut.
Lihat foto berikut:
FOTO: Petugas keamanan cuma diam lihat preman memalak sopir bus di SUGBK.
Sementara itu, terkait aksi preman ini, Sidik, Komandan Pleton Petugas Keamanan SUGBK mengaku tak mampu berbuat banyak membasmi preman di SUGBK.
"Iya memang ada saja, makanya pengemudi juga diharap lebih berhati-hati lagi. Kami juga kewalahan enggak bisa tangani sendiri. Biasanya kami ada operasi. Tapi jarang karena kepentok biaya operasional," ujarnya.
Â