Bukti-bukti Berbau PKI di Acara YLBHI Versi Kivlan Zen
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen membeberkan sejumlah bukti-bukti diduga berbau komunis di acara yang digelar di Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta, saat terjadi penyerangan pada Minggu malam, 17 September 2017.
"Ada kok terlihat semua. Ada tulisan seminar. Ada yang berbicara. Isinya bahwa PKI nyatanya tidak masalah," kata Kivlan di Gedung Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa 19 September 2017.
Bahkan, menurut Kivlan, seminar yang digelar LBH Jakarta hanya sebuah kedok, yang sebenarnya bertujuan untuk meminta TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966, dicabut dan PKI hidup lagi.
"Ada orang saya di dalam yang memberitahukan ada seminar tetap jalan meski ditutup. Mereka tetap jalankan meskipun sudah jam 15.00 WIB. Hari Sabtu dan Minggu dilanjutkan dengan kesenian. Dan kemudian mereka katakan 'dilanjutkan'. Saya bilang 'sudah lah cukup lah karena sudah dihentikan polisi pada hari Sabtu'. Tapi mereka tetap lanjutkan atau siapa sehingga rakyat marah," ujarnya.
Kivlan mengatakan, dari informasi yang dia terima, ada orang yang keluar dari kantor LBH menggunakan lambang palu arit, lambang yang identik dengan paham komunisme.
"Ada lagu-lagu yang dinyanyikan Genjer-Genjer. Itu lagu perangnya PKI ketika menyerang. Itu yang saya dengar. Mereka tak seminar. Tapi pas pentas seni dan menyatakan PKI tidak salah, yang salah orde baru, yang salah pemerintah Soeharto, yang salah adalah tentara, mereka benar dan menyatakan PKI tak salah dan harus dihidupkan lagi," katanya.
Ia pun kembali membeberkan bukti bahwa seminar tersebut berbau komunis dengan menyebut dalam rapat di LBH Jakarta, ada seseorang memakai lambang kacamata seperti marxisme.
"Bukti satu lagi bahwa tetap rapat itu ada kiriman di Facebook saya ada kiriman di WA saya mereka ada rapat dan mereka pakai lambang kacamata marxisme. Karl Marx," ucapnya.
Atas hal tersebutlah, ia menyebut  massa pun berniat membubarkan acara tersebut karena peduli dengan paham komunis yang hidup kembali.
"Mereka sudah melanggar hukum. Kalau melanggar hukum berarti bisa kita bilang LBH melanggar hukum. Mereka melanggar TAP MPRS, berarti melanggar UUD, berarti pembangkang. Berarti LBH harus dibubarkan seperti HTI," ucapnya.
Ia pun meminta, jika memang ingin mengadakan diskusi mengenai kejadian 1965/1966 harus mengundang berbagai pihak agar terjadi keseimbangan fakta. "Salahnya dia menyatakan orang lain salah. Mestinya kita juga diundang dong. Biar adil," katanya. (one)