Pelaku Bisnis Video Mesum Gay Anak Banyak Jual Paras Melayu
- VIVA.co.id/Foe Piece
VIVA.co.id – Ketiga pelaku bisnis jual beli video mesum anak laki-laki dengan orang dewasa sesama jenis di media sosial kebanyakan menjual konten pornografi berparas melayu. Pelaku diketahui memiliki jaringan internasional dalam menjalankan bisnis kotornya tersebut.
"Jadi 750 ribu gambar yang kami dapatkan, analisa laboratorium forensik, 40 persennya berparas melayu," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan, di Mapolda Metro Jaya, Minggu 17 September 2017.
Dijelaskan Adi, pihaknya saat ini masih mendalami berapa jumlah anak Indonesia yang jadi korban kejahatan pelaku. Adi menambahkan, polisi juga berkoordinasi dengan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak. Kemudian, koordinasi juga dilakukan dengan lembaga terkait untuk mengindentifikasi foto dan video yang dijual pelaku.
"Kami belum bisa memastikan apakah itu anak Indonesia, atau dari negara lain, Malaysia atau negara lain. Mereka punya grup dengan penyimpangan yang sama. Kami koordinasikan dengan stakeholder, mengidentifikasi siapa korban tersebut," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar kasus pornografi anak melalui akun media sosial. Para pelaku memperjualbelikan video pornografi anak laki-laki dengan orang dewasa sesama jenis di media sosial seperti Twitter, Facebook dan blog pribadi.
Pelaku yang telah ditangkap adalah Y (19 tahun), H alias Uher (30), dan I (21). Mereka mengaku tiap 30 sampai 50 video syur itu dijual dengan harga Rp100 ribu. Video tabu itu didapat dari sebuah grup pencinta sesama jenis di aplikasi Telegram dan WhatsApp bernama VGK Premium.
"Berangkat dari hasil ungkap teman-teman bersama dengan FBI, kita dapat informasi adanya aplikasi yang menawarkan gambar VGK atau Video Gay Kids. Di dalamnya ditampilkan video atau image hubungan seksual laki-laki dewasa dengan anak laki-laki," kata Kombes Pol Adi Deriyan di Mapolda Metro Jaya, Minggu 17 September 2017. (one)