Asa Pak Ogah di Pertigaan Ibukota
- VIVA.co.id/ Rifki Arsilan
VIVA.co.id – Jarum jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Seorang pemuda bergegas keluar dari rumahnya, di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Berkaus oblong dipadu dengan jaket merah serta topi hitam, dia menuju pertigaan Jalan H Muhi, tak jauh dari kediamannya.
Rafli Aria Saputra nama pria itu. Saban hari, pemuda 18 tahun tersebut 'dinas' di sana. Bermodal peluit, dia mengais rezeki di pertigaan itu. Dia menjadi seorang Pak Ogah.
Lulusan sebuah SMP itu mencari nafkah dengan membantu mengatur lalu lintas saat terjadi kepadatan kendaraan di pertigaan Jalan H Muhi. "Saya sudah tidak sekolah, saya udah lama juga markir di sini, dari saya SMP sudah markir di sini, ya, sudah ada lah lima tahun lalu," ujarnya saat ditemui VIVA.co.id, Selasa, 5 September 2017.
Rencananya, Polda Metro Jaya akan merekrut dan membina Pak Ogah seperti Rafli untuk mengurai macet di Ibu Kota. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Halim Pagarra mengatakan, pihaknya akan mendata seluruh Pak Ogah di Jakarta untuk membantu mengurai kemacetan yang kerap terjadi di Ibu Kota.Â
Para Pak Ogah akan ditempatkan di titik-titik keramaian nonjalan protokol setelah mendapatkan pelatihan dari kepolisian. Mereka akan dinamakan Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas (Supeltas).
Rafli mengaku sudah mengetahui rencana itu dari pemberitaan di media masa. Dia pun sudah pernah didatangi polisi. Dia diminta untuk datang ke Polsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sekitar dua pekan lalu, Rafli bersama dua orang temannya mendatangi Polsek Kebayoran Lama. Mereka hanya diminta untuk mengisi data lalu difoto. Ketika itu, tidak ada pengarahan maupun pelatihan yang diberikan aparat kepada mereka.
Kendati demikian, ia menyambut positif rencana pembinaan terhadap Pak Ogah. Ia berharap, rencana tersebut dapat benar-benar terealisasi.
"Karena kan kita ini sebenarnya membantu mengurai kemacetan juga, kalau tidak ada kita di sini pasti selonongan semua mobil dan motor nih," ujarnya.
Hal serupa dikemukakan Pak Ogah lainnya, Ahmad. Pria kelahiran Pondok Pinang 34 tahun lalu itu mengaku sudah didata oleh polisi. Dia mempertanyakan keseriusan aparat kepolisian yang berencana memberikan honor kepada Pak Ogah.
"Kan katanya Pak Ogah mau digaji, nah ini yang masih belum jelas, kalau digaji berapa gajinya? Terus gimana teknisnya?" katanya.
Jika rencana memberdayakan Pak Ogah direalisasikan, ia berharap besaran gaji yang diterima setidaknya sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Sebab, Pak Ogah di lokasi itu bisa mendapat penghasilan setidaknya Rp150 ribu sehari.
Informasi yang dihimpun VIVA.co.id, setidaknya 15 orang setiap hari bergiliran menggantungkan nasibnya di pertigaan jalan alternatif dari Bintaro menuju Kebayoran Lama tersebut. "Kalau di sini itu banyak yang parkir, setiap hari sekitar 15 orang lah di sini, itu bergantian," kata Ahmad. (one)