HGB Pulau D Terbit, DPR: Tata Ruang DKI Didikte Pengembang
- VIVA.co.id/Lilis Khalis
VIVA.co.id – Keluarnya sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) Pulau D Reklamasi untuk PT Kapuk Naga Indah oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara baru-baru ini menuai sorotan. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai hal ini mengusik rasa keadilan masyarakat.Â
"Kebijakan pemerintah ini jadi seolah membenarkan para pengembang untuk mengerjakan proyek lebih dahulu sebelum mereka mengurus perizinannya. Ini bahaya. Bisa-bisa politik tata ruang kita nantinya didikte sepenuhnya oleh para pengembang," kata Fadli, Jakarta, Sabtu 2 September 2017.
Fadli menilai pemerintah tidak konsisten dengan moratorium reklamasi. Apalagi, pulau C dan D, juga pulau G hingga kini posisinya masih disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena melanggar perizinan terkait Izin Mendirikan Bangunan, Analisa Dampak Lingkungan, dan sejumlah ketentuan lainnya.Â
"Jika pelanggaran tata ruang dilakukan oleh rakyat kecil, mereka langsung berhadapan dengan polisi, aparat penegak hukum  dan buldoser. Tapi jika pelanggaran tata ruang itu dilakukan oleh pengembang besar, mereka mendapatkan pemakluman, pengampunan, dan bahkan kemudian mendapatkan keistimewaan," ujar dia.Â
Dia menilai ada kesan pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi DKI, beberapa bulan terakhir ini kejar tayang agar sebelum Oktober seluruh keperluan legal untuk melanjutkan kembali proyek reklamasi selesai.Â
Mengingat pimpinan ibu kota yang baru pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, berencana menghentikan proyek reklamasi itu. Dan mengubah fungsi pulau hasil reklamasi yang bermasalah dari untuk hunian menjadi ruang terbuka hijau.Â
"Itu sebabnya, meskipun prosesnya tidak masuk akal, seperti pemberian HGB ini, pemerintah tutup mata," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Sebelumnya diketahui, dokumen sertifikat HGB Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah sudah beredar sejak Sabtu, 26 Agustus lalu. Hal itu kemudian menimbulkan perdebatan di masyarakat lantaran proyek pulau buatan di Teluk Jakarta itu masih berstatus dihentikan sementara atau moratorium oleh pemerintah pusat.