Komnas Anak: Paham Radikalisme Mulai Muncul di Kalangan Anak
- VIVA.co.id/ Anwar Sadat
VIVA.co.id – Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, saat ini mulai muncul bentuk-bentuk penanaman paham radikalisme, intoleransi, kebencian dan kekerasan di kalangan anak, baik di ruang kelas, rumah dan di ruang publik.
"Fakta lain menunjukkan 1 dari 4 anak di-bully karena agama," kata Arist saat konferensi pers untuk memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2017 di kantornya, Senin, 17 Juli 2017.
Beberapa temuan yang kerap terjadi, seperti anak kerap disebut kafir karena beda agama, beda pemahaman dan menghambat tujuan, visi dan misi kelompok tertentu.
Arist mengatakan, sebanyak 79,05 persen siswa mempertimbangkan agama dalam memilih teman dan anak diajarkan kebencian, dengan cara melibatkan anak dalam aksi demonstrasi, kegiatan politik orang dewasa yang dibungkus dengan identitas agama.
Menurut Arist, Komnas Anak juga menemukan data sebanyak 62,8 persen remaja memilih jihad untuk mengimplementasikan heroik remaja. "Ini sangat rawan dimanfaatkan menjadi pengantin (pelaku bom bunuh diri)," ujarnya.
Dalam data yang dikumpulkan Komnas Anak, lanjut Arist, 80 persen siswa-siswi mempertimbangkan agama untuk memilih ketua OSlS atau kegiatan sekolah.
"Data menemukan 200 anak di luar wilayah hukum Indonesia telah dilatih jihad ala tentara dengan mengedepankan permusuhan dan atau kebencian. Sejumlah 41 persen dari 256 SD Negeri tidak mengajarkan dan memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara," ujarnya.
Dengan berbagai macam temuan tersebut, menurut Arist, paham radikalisme saat ini sangat mengkhawatirkan bagi anak-anak. Arist mengatakan, Komnas Anak tidak akan tinggal diam. Dalam memperingati HAN 2017, hal tersebut menjadi perhatian khusus Komnas Anak.
"Anak-anak berhak mendapat perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung kekerasan dan pelibatan dalam peperangan," ujarnya.