'Dosa-dosa' KPK Versi DPR
VIVA.co.id – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Arteria Dahlan mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk tidak semena-mena dalam melakukan tugas.
Ia menuturkan beberapa hal, yang dia sebut sebagai ‘dosa’ KPK.
Beberapa di antaranya adalah KPK yang sering memaksa saksi-saksi untuk menyatakan fakta yang tidak sebenarnya dan soal imbalan sebagai Justice Collaborator (JC) yang sering diberikan KPK.
Justice Collaborator adalah kesediaan yang merupakan inisiatif dari salah satu pelaku tindak pidana tertentu (yang bukan pelaku utama) untuk mengakui kejahatan dan membantu pengungkapan suatu tindak pidana tertentu dengan cara memberikan keterangan sebagai saksi.
“Justice Collaborator tidak pernah diatur dalam undang-undang. Kewenangan KPK, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pada konteks itu bisa. Yang namanya ngetop diberikan JC sampe 23 bulan. Ini adalah perdagangan pengaruh, JC tidak boleh diberikan,” ujar Arteria dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di tvOne, Selasa 11 Juli 2017.
Arteria juga mengatakan bahwa saat ini pengadilan sudah seperti kantor pos gara-gara KPK. Tersangka yang masuk pasti dihukum.
“Enggak ada pemeriksaan, karena hakim tak mau berurusan sama KPK. Nanti (kalau tersangka) dibebaskan, takut dibilang terima uang,” katanya.
Ia lantas mengatakan bahwa dirinya bukan ingin mencari-cari kesalahan KPK, melainkan hanya ingin meluruskan hukum. Baginya, KPK tidak bisa diistimewakan dan harus tunduk pada etika universal.
Dia pun mengingatkan KPK bahwa dalam KUHP, ada yang dinamakan kejahatan dalam jabatan. “Masih ada hukumnya dan mungkin bisa kita terapkan,” tambahnya.
Meski begitu, ia mengaku mengungkapkan ‘dosa-dosa’ KPK, bukan agar KPK dibubarkan. Dan, dia tak menampik bahwa KPK masih dibutuhkan di Indonesia.
“Kita sadar betul, selama korupsi masih banyak, kehadiran KPK tetap dibutuhkan. Hanya saja, sistemnya yang harus diperbaiki. Siapa pun orangnya, selama sistemnya baik, maka hasilnya baik,” ujarnya. (asp)