Isi Lengkap Permintaan Bebaskan Ahok ke Majelis Hakim
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk membebaskan terdakwa dari semua sangkaan, tuduhan dan tuntutan atas perkara yang terkait dalam Pasal 156a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP.
Permohonan membebaskan Ahok dari segala dakwaan dan tuntutan itu dibacakan ketua tim penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudarta dalam persidangan dengan agenda pembacaan nota pembelaan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara di Auditorium Gedung Kementerian Pertanian, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa, 25 April 2017.
Berikut isi lengkap permohonan bebaskan Ahok dari tim pengacara:
1. Agar majelis hakim pada perkara 1537pid.b.2016.pidpnju menjunjung tinggi penegakan hukuman dan hak asasi manusia dalam memutus perkara a quo, terutama yang berkaitan dengan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebagai mana dijamin dalam konstitusi yaitu, Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 huruf e ayat 1 dan 3, Pasal 28i ayat 2, dan Pasal 28d UUD 1945.
2. Agar majelis hakim menerapkan Pasal 156a KUHP sebagai delik materiil dan oleh karenanya mensrea untuk memenuhi unsur huruf B pasal 156a KUHP yang tidak diuraikan oleh JPU dalam dakwaannya, tidaklah terpenuhi.
3. Agar majelis hakim dapat menerapkan hukum yang konstekstual, agar sejalan dengan produk-produk hukum yang ada sebelumnya seperti dengan mengacu pada:
1. Putusan MK nomor 8 TUU X 2012 terkait harus adanya peringatan berupa SKB tiga menteri dan pengulangan perbuatan setelah terbitnya peringatan tersebut, sebelum menerapkan pasal dengan sanksi pidana.
2. Menerapkan asas lex posterior derogat legi priori sehingga tidak serta merta menerapkan Pasal 156a KUHP yang jelas bertentangan dengan konstitusi dan UU nomor 9 tahun 1998 serta UU nomor 39 tahun 1999 dan UU nomor 12 tahun 2005.
4. Agar majelis hakim menerapkan asas legalitas dalam wujud lex serta sehingga penggunaan Pasal 156a KUHP khususnya pada unsur mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dapat dihindari karena terlampau multitafsir.
Dan selain itu, LBH Jakarta juga meminta kepada pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan review terhadap kebijakan-kebijakan anti demokrasi dalam hal ini PNPS nomor satu tahun 1965 dan Pasal 156a KUHP. Karena jelas, niscaya pasal-pasal tersebut akan meruntuhkan kehidupan berdemokrasi dan iklim kebhinekaan di negara RI.
Permohonan:
Majelis hakim yang mulia, penuntut umum yang kami hormati, setelah tim penasihat hukum mengurai, membahas dan menganalisa secara objektif dengan landasan dan dasar pijak peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli, izinkan lah dengan kerendahan hati dan penuh harap, memohon.
Agar majelis hakim yang mulia, yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini berkenan memutuskan:
1. Menyatakan Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, 1. Melakukan tindak barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama yang diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP. 2. Melakukan tindak pidana barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan rakyat Indonesia sebagaimana diatura dalam dakwaan alternatif kedua yang diatur dalam Pasal 156 KUHP.
2. Menyatakan, membebaskan Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari dakwaan pertama dan kedua.
3. Memulihkan hak-hak, harkat martabat dan kemampuan Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada keadaan semula sebelum adanya perkara ini.
4. Menyatakan barang bukti yang disampaikan Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tetap terlampir dalam berkas atas nama Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
5. Membebankan biaya perkara kepada negara. (ren)