Aiptu Sunaryanto Terakhir Latihan Menembak 6 Tahun Lalu
- VIVA.co.id/Dhana Kencana
VIVA.co.id – Cerita aksi pembebasan korban penyanderaan dan perampokan di angkutan kota KWK T25 yang terjadi pada Minggu malam, 9 April 2017 masih menyisakan kesan. Nama Aiptu Sunaryanto mengharum setelah aksi heroiknya berhasil melumpuhkan pelaku sandera.
Aiptu Sunaryanto yang berhasil membekuk pelaku dengan timah panasnya, mengaku, dirinya ternyata sudah lama tak melatih pergelangan tangan untuk menembak. Tapi niat baiknya untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu bernama Risma Oktaviani (25 tahun) dan anaknya D I (1 tahun) dari aksi keji itu sangat kuat
"Pendidikan dasar nembak terakhir tahun 2011. Kita punya rumus yang perlu kita bidik mana harus sinkron. Saya berdoa sama Allah. Kalau saya sikat kepala abis, kalau punggung, punggungnya sempit. Sambil saya loncat dia akhirnya kena," kata Sunaryanto ketika menceritakan kembali kejadian tersebut saat berkunjung ke kantor VIVA.co.id, Senin 10 April 2017.
Kisah itu berlanjut. Sunaryanto yang datang ke kantor VIVA.co.id didampingi Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Indra Jafar mencoba mengingat kembali kejadian yang baru pertama kali ia rasakan.
Sebagai Polisi Lalu Lintas, tutur Sunaryanto, tindakan itu sebetulnya bukan tugas utamanya. Ketika kejadian, dirinya tengah kebagian piket malam dan dalam perjalanan dari kediamanya di Pondok Ungu Bekasi menuju kantornya. Tak sampai setengah perjalanan, dia melihat kerumunan warga dan mendengar teriakan 'rampok...rampok.' Ia mengatakan, saat itu ia mengenakan pakaian dinas lengkap dibalut jaket khas polisi lalu lintas hitam dan hijau.
"Saya dekati TKP. Saya berusaha negosiasi. Waktu didatangi dia (pelaku) marah. Apa lu polisi *tae*," ujarnya.
Mendengar hardikan itu, ia pun berusaha menenangkan diri dan tak emosi menanggapinya. Sambil berbicara dengan pelaku, Sunaryanto berusaha terus mengalihkan perhatian. Sambil bernegoisasi, rupanya Bintara Polisi itu menyiapkan pistolnya untuk kemudian diarahkan kepada pelaku.
"Saya dekati dia (pelaku). Akhirnya petugas itu halau massa. Pertama saya tarik pelatuk tidak jadi, kedua tidak jadi. Pas (ketiga) dia lengah, langsung saya masuk, dor!" ujarnya.
Setelah pelaku terbaring, tugasnya pun semakin bertambah. Massa yang berkerumun ingin meluapkan emosi, berusaha mendekat dan meluapkan kemarahannya. Bahkan, kata dia, di antara kerumunan massa itu banyak ingin membakar sang pelaku. "Bakar... bakar," kata Sunaryanto mengulangi kalimat massa sat itu.
Berselang waktu kurang lebih 15 menit, barulah sejumlah anggota Buser Kepolisian Sektor Duren Sawit datang dan langsung mengamankan pelaku.
Polantas yang Jago Negosiasi
Sunaryanto mengatakan, tugasnya selama ini sebagai polisi lalu lintas membuat dirinya cakap bernegoisasi. Hal itu membuktikan, Polisi apa pun dari satuan apa pun bisa saling membantu rekan sesama satuan yang lain. Terutama untuk memberikan rasa nyaman kepada masyarakat bila terjadi kejahatan.
"Kalau saya kasih peringatan tidak mungkin. Massa banyak. Sudah setengah jam negoisasi mungkin karena tekanan massa dia makin jadi. Polisi biasa negosiasi kalau ada laka (kecelakaan)," ujarnya.
Sementara itu, Wadirlantas AKBP Indra Jafar mengapresiasi anak buahnya yang mampu menolong masyarakat dari tindak kejahatan, meskipun tugas utamanya adalah adalah sebagai polisi lalu lintas. Sebagai penghargaan, Sunaryanto akan diberikan kenaikan pangkat luar biasa sekaligus untuk memotivasi polisi-polisi lain bertindak hal yang sama jika ada kejadian serupa terjadi di sekelilingnya.
"Tugas seperti itu tidak di reserse saja. Polisi makin dekat makin baik. Secara mentalitas luar biasa, bisa sendiri tangani massa dengan negoisasi," ujarnya.