Tim Ahok-Djarot: Isu Reklamasi Dipakai untuk Pilkada
- VIVA.co.id/ Eduward Ambarita
VIVA.co.id – Tim Pemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat menilai, proyek pulau buatan atau reklamasi di Pantai Utara Jakarta merupakan tindakan yang tak menyalahi aturan.
Hal itu sekaligus membantah pandangan bahwa proyek reklamasi 17 pulau di pesisir Jakarta itu hanya mengakomodasi kepentingan pengembang. Sebab, menjelang pelaksanaan pilkada, tudingan itu kerap dialamatkan terhadap Ahok, sapaan Basuki, sebagai calon gubernur petahana.
"Keinginan kami untuk meluruskan beberapa pemberitaan mengenai reklamasi yang mungkin sudah terlupakan. Karena isunya lebih banyak isu Pilkada daripada isu sebenarnya. Itu yang seharusnya kita pikirkan," kata Juru Bicara Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Emmy Hafild di Rumah Cemara, Jumat, 17 Maret 2017.
Emmy yang juga mantan aktivis lingkungan ini pun menyatakan, keputusan Ahok menjalankan proyek reklamasi hanya melanjutkan gagasan pemerintah sebelumnya yang telah merencanakan sejak 1995.
Saat itu, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Kemudian ditegaskan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012.
"Jadi gubernur DKI hanya eksekutor karena rencana dikerjakan pemerintah pusat dan perencanaan terakhir oleh Menko Perekonomian era SBY, yaitu Hatta Radjasa. Ini proyek nasional, bukan DKI saja. Untuk menyelamatkan DKI," ujarnya.
Emmy tetap menghargai gugatan yang telah dimenangkan oleh nelayan atas pembatalan izin reklamasi tiga pulau yakni pulau K,I dan F. Keputusan dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan izin reklamasi kepada pengembang. "Kami menghargai segala upaya yang telah dilakukan warga masyarakat setempat," ujar Emmy.
Menurutnya, sejak proyek reklamasi dikerjakan di era Ahok banyak perubahan dan manfaat yang diberikan kepada seluruh masyarakat. Bahkan, ia menganggap jika reklamasi itu terus dilaksanakan, bisa meminimalisasi bencana akibat naiknya permukaan air laut di kawasan tersebut.
Dari hasil konsesi reklamasi yang diberikan pengembang, kata Emmy, bisa didapatkan sejumlah dana untuk menata kampung nelayan Muara Angke yang terpaksa direlokasi ke permukiman yang lebih layak.
"Selama dua dekade, permukaan tanah di wilayah tersebut juga mengalami penurunan akibat abrasi hingga mencapai 1,5 meter di bawah permukaan tanah. Bahkan tahun 2025 diperkirakan pantai utara Jakarta berada 2,5 meter dari permukaan laut," ujarnya.
Sebelumnya, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan yang memperkarakan izin reklamasi terhadap Pulai F, I dan K, Kamis, 16 Maret 2017.
Putusan tersebut sekaligus membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terhadap pemberian izin reklamasi bagi tiga (3) perusahaan, dua di antaranya adalah dimiliki Badan Usaha Milik Daerah DKI yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan PT Pembangunan Jaya Ancol. (ase)