Kasus Pandawa, Polisi Tetapkan 7 Tersangka Baru
- VIVA.co.id/Zahrul Darmawan
VIVA.co.id – Polda Metro Jaya kembali menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus investasi Pandawa Group. Dengan ditetapkan ketujuh tersangka ini, total polisi sudah menetapkan sebanyak 14 tersangka.
"Kemarin kan sudah tujuh (tersangka). Kemudian pada hari Sabtu kami menangkap ada enam orang dan hari Minggu ada satu orang lagi. Jadi total 14 tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono, Senin 27 Februari 2017.
Argo menjelaskan, tujuh orang tersebut ditangkap di daerah Perumahan Palem, Depok, Jawa Barat. Ketujuhnya, kata Argo, merupakan pemimpin atau leader dalam koperasi Pandawa.
"Itu semua leader diamond. Satu leader ada dananya di atas Rp2 miliar. Ini sedang diidentifikasi, kira-kira leader ini, uang itu digunakan apa saja. Kami sedang pilah dan teliti," katanya.
Mantan kabid Humas Polda Jawa Timur ini menuturkan, ketujuh tersangka berinisial RS, YM, TH, RMK, AK, RF, dan VL. Dari ketujuh tersangka, keenam tersangka merupakan teman Salman Nuryanto, pendiri Pandawa Group.
"Enam orang itu teman Salman waktu jual bubur. Jadi, ini semua direkrut, selain leader jadi administrasi," katanya.
Sebelumnya, Salman ditangkap bersama tiga rekannya yang langsung ditetapkan sebagai tersangka. Salman diduga menimbulkan kerugian ratusan ribu nasabahnya mencapai Rp3 triliun.
Tak berselang cukup lama, polisi mengamankan tiga tersangka lainnya yaitu dua istri Salman bernama Cici dan Nani serta mertua Salman bernama Dakim. Ketiganya berperan sebagai administrasi dan penerima aliran dana.
Dalam kasus ini, polisi sudah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya adalah uang tunai, belasan mobil dan motor, sertifikat tanah, dan sejumlah rumah di berbagai daerah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 378 KUHP, pasal 372 KUHP, pasal 379a KUHP, UU Perbankan pasal 46 UU Nomor 10 tahun 1998 dan pasal TPPU, pasal 3,4,5 UU nomor 8 tahun 2010 dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp200 miliar.
Â