TransJakarta Kaji Bangun Eskalator di Koridor Tendean
- VIVA.co.id/M. Ali. Wafa
VIVA.co.id – Jembatan penyeberangan orang yang terhubung ke halte CSW Transjakarta, mendapat perhatian publik. Sebab, jembatan setinggi kurang lebih 20 meter ini dinilai tak masuk akal dilalui untuk masyarakat berkebutuhan khusus, ibu hamil, dan jompo.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Trasportasi Jakarta (Transjakarta) Budi Kaliwono mengatakan, awal mula pembangunan jembatan itu memang diperuntukkan untuk jalur bus pada koridor 13 rute Kapten P. Tendean - Ciledug.
Nantinya, jalan layang yang disiapkan khusus dilintasi Transjakarta ini akan menghubungkan dua wilayah dari provinsi berbeda, kemudian terintegrasi dengan moda transportasi mass rapid transit, atau MRT.
"Sekarang, jalur bus itu dibikin kan ada kendala. Enggak mungkin dong, pada saat di atas. Karena, ada yang di atas harus turun ke bawah. Dibikinlah lebih tinggi sedikit," kata Budi di Balai Kota, Kamis 5 Januari 2016.
Budi mengatakan, jembatan itu dibangun oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Meski demikian, ia pun akan berkoordinasi mengenai pembuatan eskalator, atau pun lift untuk memudahkan masyarakat naik turun.
Budi mengatakan, antara Dinas Marga, Dinas Perhubungan, serta Transjakarta tengah mengkaji persoalan ini. Sebab, salah satu kendala apabila fasilitas itu dibuat adalah soal perawatan, karena dibangun di tempat terbuka. Hal inilah yang menjadi pertimbangan, sebab pembangunan fasilitas halte menyangkut soal keselamatan dan pelayanan pada penumpang.
"Ini kan publik terbuka, dan kita harus siapkan 10-20 tahun," ujarnya.
Dari 13 titik halte sepanjang koridor yang berada di jalan layang tersebut, diketahui lima di antaranya dinggap cukup tinggi untuk dijangkau para penumpang. Namun, Budi menegaskan, tak semua halte sepanjang koridor tersebut punya ketinggian yang dianggap menyulitkan masyarakat.
Seperti diketahui, halte Transjakarta setinggi hampir 20 meter dibangun untuk menghubungkan sistem transportasi Mass Rapid Transit (MRT) dan bus. Halte tersebut dikeluhkan masyarakat, lantaran para penumpang harus mencapai ketinggian yang setara dengan bangunan empat lain.
Hal ini mendapatkan kritik. Karena, tidak hanya menyulitkan penumpang dengan kondisi kesehatan normal. Namun, akses tersebut dianggap tidak memikirkan desain bagi para disabilitas, orangtua, dan ibu hamil. (asp)