Buni Yani Sebut Proses Hukumnya Berbeda dengan Ahok
- VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan
VIVA.co.id – Pengunggah video pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya. Meskipun ditetapkan tersangka, Buni Yani tidak ditahan Polda Metro Jaya.
Dalam proses hukum yang dijalani olehnya, Buni Yani mengungkapkan sangat berbeda dengan proses hukum dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.
"Ini sangat berbeda dengan yang dilakukan Pak Gubernur. Kalau Pak Gubernur kan gelar perkara dahulu baru ditentukan menjadi status tersangka," kata Buni usai keluar dari Gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis 24 November 2016.
Kalau dalam kasus yang dialami Buni, Berita Acara Pemeriksaan baru keluar, langsung keluar surat penangkapan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Ia pun merasa, selama menjalani proses hukum yang ada, sebagai warga negara selalu kooperatif. Untuk itu, dia menyebut proses hukum terhadap dirinya tidak fair sama sekali.
"Makanya saya bilang ini harus sama. Anda kawan-kawan wartawan berhak mendapatkan keadilan, saya juga sama," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Aldwin Rahadian mengatakan, dalam proses hukum yang menjerat kliennya tidak diberikan kesempatan mengajukan saksi ahli.
"Hanya barang-barang bukti. Belum kami siapkan (saksi ahli) karena status tersangka seketika, setelah BAP selesai jadi saksi. Jadi tidak ada gelar perkara terbuka yang melibatkan terlapor atau pelapor di mana dua-duanya mengonfirmasi saksi ahlinya masing-masing," ucapnya.
Sebelumnya, Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan kurang lebih 10 jam di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Dengan hasil konstruksi hukum pengumpulan alat-alat bukti dari penyidik, dengan bukti yang cukup, yang bersangkutan saudara BY kami naikkan statusnya sebagai tersangka," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono, Rabu 23 November 2016 malam.
Adapun pasal yang menjerat Buni Yani adalah Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman di atas enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal ini mengatur mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan.