Hakim: Pengakuan Jessica Lebih Rendah dari Alat Bukti
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id – Hakim anggota Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Partahi Hutapea, dalam pertimbangannya menyebut bahwa keterangan terdakwa Jessica Kumala Wongso, dalam persidangan hanya bisa digunakan untuk kepentingannya sendiri.
Maka dari itu, keterangan Jessica, kata dia, tidak lebih tinggi nilainya dari keterangan ahli dan petunjuk dalam suatu persidangan.
"Menimbang sesuai Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa hanya bisa digunakan untuk kepentingan sendiri. Keterangan ahli, petunjuk, lebih tinggi dari keterangan terdakwa," kata Partahi dalam persidangan, Kamis, 27 Oktober 2016
Majelis hakim, kata Partahi, selalu mengingatkan terdakwa Jessica Kumala Wongso, agar jujur dan tidak berkata bohong dalam tiap persidangan yang telah dilalui selama ini.
"Apabila keberatan dengan tuntutan JPU, masih ada alat bukti lain yang bisa ditunjukkan. Dapat dijelaskan bahwa Jess punya hak ingkar, bukan berarti tidak sesuka hati berkata. Akan majelis pertimbangkan secara cermat dan komprehensif, jika melalui keterangan terdakwa dilakukan tidak sesuai alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP, bukan berarti tidak sah, majelis hakim akan membuktikan dengan alat bukti lain, sehingga diharapkan keputusan majelis hakim mencerminkan keadilan pada terdakwa dan korban," katanya.
Pada akhirnya, lanjut Partahi, majelis hakim memilih minimal dua alat bukti yang sah untuk perkara tersebut. Kata dia, secara formal untuk membuktikan tindak pidana tidak perlu ada saksi mata. Apabila terdakwa menggunakan instrumen racun yang dimasukkan ke dalam minuman, maka, tidak perlu ada orang yang melihat orang yang memasukkan racun.
"Maka hakim dapat menggunakan circumstance evidence atau alat bukti tak langsung. Siapa yang memesan?, siapa yang paling lama menguasai minuman itu?, apa ada gerak-gerik mencurigakan?. Bukti yang diperkuat dengan bukti lain kendati itu hanya menjadi circumstance evidence," kata dia.
Terakhir, secara materiil apabila terdakwa tidak mau mengakui sepanjang fakta terbukti dan saling berkesesuaian, maka secara objektif terdakwa melakukan perbuatan tersebut.
"Teori kesengajaan yang diobjektifkan terdakwa telah sengaja melakukan tindak pidana pada korban dan memenuhi unsur yang didakwakan JPU," ujarnya.
(ren)