Ombudsman Lihat Ada Kesalahan Krishna Murti di Kasus Akseyna
VIVA.co.id – Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Adrianus Meliala membeberkan tiga catatan kinerja kepolisian dalam mengungkap kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia, Akseyna Ahad Dori, yang sudah berjalan 1,5 tahun.
Pertama, sejak awal ada kesalahan yang dilakukan Polda Metro Jaya. Kesalahan itu berawal dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya kala itu yakni Kombes Khrisna Murti.
"Komunikasi yang dibangun oleh Polda Metro buruk. Pada zamannya saudara Khrisna Murti. Itu menurut saya buruk, dalam arti memberikan impresi yang salah pada kita bahwa memang ini sudah diambil alih oleh Polda Metro. Tapi ternyata kan tidak," ujar Adrianus di kantor ORI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu 12 Oktober 2016.
Padahal menurutnya, selama ini yang justru kerja keras untuk mengungkap kasus meninggalnya mahasiswa jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) tersebut adalah Polres Depok.
"Yang kerja mati-matian tetap saja Polres Depok. Yang kerja siapa, yang dapat nama siapa. Kan kelihatannya kasus ini dulu mau diambil alih, tapi karena susah kemudian mulai dijauhi lagi. Ini kan tidak bagus ya," katanya.
FOTO: Kombes Pol Krishna Murti
Imbasnya, sampai dengan jabatan Ditreskrimum dijabat oleh Kombes Rudy Heriyanto Adi Nugroho pun kesan bahwa Polda Metro Jaya-lah yang menangani kasus tersebut masih ada. Padahal, praktik di lapangan, yang sehari-hari melakukan penuntasan kasus tersebut adalah Polres Depok.
"Kalau dari komunikasi kami dengan pak Rudi, kesannya memang itu ditangani oleh mereka oleh Polda. Tapi dalam praktik tidak begitu. Jadi memang menurut saya langkah Kapolres depok sudah bagus," ujarnya.
Adrianus menyadari bahwa satuan kepolisian di atasnya berhak untuk mengambil kasus di bawahnya. Hanya saja dalam kasus Akseyna ini yang terjadi, Polda Metro Jaya dinilainya hanya setengah-setengah, tidak serius menuntaskan kasusnya karena susah.
"Hak dari satuan atas, tapi kalau mau diambil ya ambil beneran. Ada pelimpahannya dan tanggung seluruh akibatnya. Ini kan tidak, ngomong di media bahwa akan diambil, tapi tidak juga. Jadi menurut saya dimana hakikat satuan atas yang memsupervisi satuan bawah," kata Adrianus.
Kedua, mantan Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut juga menyebut, waktu penuntasan kasus yang sudah 1,5 tahun berjalan dan belum selesai bukanlah waktu yang singkat.
"Dari sisi lamanya waktu, dari bulan Maret 2015 sampai Oktober 2016 memang terlalu lama. Ada indikasi tadi, nampaknya konteks lempar-lemparan itu (antara Polda Metro Jaya dengan Polres Depok). Polda Metro dengan IT-nya tidak memberikan kontribusinya pada kerja ini semua," katanya.
FOTO: Lokasi penemuan mayat Akseyna Ahad Dori saat diperiksa kepolisian
Ketiga, menurutnya investigasi sangat tergantung pada tempat kejadian perkara (TKP). Karena itu, dengan kondisi TKP yang hancur, dan lamanya penuntasan kasus tersebut. Dirinya menyadari TKP yang ada makin tidak ada gunanya bagi pengungkapan kasus.
"Jadi memang di satu pihak memang polisi dengan jantan mengambil alih tapi di pihak lain hancurnya TKP, hancurnya barang bukti ini sudah tidak bisa lagi dikembalikan," katanya.
Seperti diketahui, kasus pembunuhan Akseyna sudah berjalan satu tahun lebih. Tapi sampai kini polisi belum dapat menetapkan tersangka.
Kasus ini berawal pada 26 Maret 2015. Ketika itu jenazah seorang pria ditemukan mengambang di Danau Kenanga UI. Korban ditemukan memakai ransel dengan isi batu. Empat hari kemudian, Senin, 30 Maret 2015, identitas mayat tersebut terkuak. Jenazah diketahui bernama Akseyna Ahad Dori.