Kejahatan Anak Lewat Internet Mengkhawatirkan
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Aparat Subdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap pria berinisial ABC alis MPS (42) karena memaksa anak-anak berpose tanpa busana melalui media sosial Facebook. Pria lulusan SMK jurusan tata boga mengaku melakukan aksi bejat ini dengan alasan untuk melihat aura negatif anak-anak ABG yang menjadi korban.
"Jadi dia bilang ke korban kalau mau dilihat aura negatif harus membuka seluruh baju atau telanjang dan mengirimkan ke tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Fadil Imran, Selasa, 4 Oktober 2016.
Kepada penyidik, dia juga mengaku melakukan tindakan ini setelah ditinggal istrinya. Dia merasa kesepian dan terpikir untuk melakukan tindakan ini setelah bercerai. Berhasil pada satu anak, pelaku kemudian terus mencoba dengan korban lain.
Dalam aksinya, tersangka mengancam akan menyebar foto-foto bugil para korban. Hal itu dilakukan jika korban tidak mau mengirimkan foto-foto bugil lainnya atau tidak mau diajak berhubungan intim.
"Selain itu memang ada beberapa anak yang diberikan imbalan uang, tapi anehnya yang bersangkutan ini adalah pengangguran," ujarnya.
Tersangka memilih korban anak-anak karena masih mudah dikelabui. Mengenai apakah hasil video dan foto bugil korban akan dijual lagi, penyidik masih mendalami dari tersangka.
"Kita sedang didalami apakah gambar-gambar ini dimanfaatkan tersangka untuk mencari keuntungan dengan cara menjualnya sehingga dia mendapat keuntungan secara ekonomi. Tapi Sampai sekarang belum dapat itu," ujarnya.
Tersangka mengaku menggunakan foto dan identitas seorang wanita di akun Facebooknya untuk memudahkan berkenalan dengan calon korbannya. Atas perbuatannya, tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu UU perlindungan anak, UU ITE, dan pornografi dengan ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Memprihatinkan
Kejahatan anak dengan menggunakan media sosial mulai bermunculan. Belum lama ini, Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap kasus pornografi dimana tersangka melalui media sosial Facebook meminta anak-anak untuk berfoto tanpa busana.
"Kejahatan menyasar anak menggunakan Facebook. Ini cukup memprihatinkan kalau ini dibiarkan akan banyak anak lain yang jadi korban," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Fadil Imran, Selasa 4 Oktober 2016.
Dengan beragam kejahatan pornografi melalui media sosial khusus yang menarget anak-anak, Krimsus Polda Jaya dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak meluncurkan gerakan 'Save child on Internet'. "Dan ini salah satu wujud nyata kerjasama itu," katanya.
Tak hanya itu, Fadil meminta program yang dicanangkan ini dapat diperhatikan seluruh orangtua. Pengawasan anak dalam penggunaan teknologi perlu lebih ditingkatkan lagi. Tapi orangtua juga tidak bisa melarang anak-anak mereka mengenal dan menggunakan teknologi.
“Jangan mau dibilang orangtua yang ketinggalan zaman, kuno, cemen, tidak kekinian, gaptek (gagap teknologi) terus membebaskan anaknya menggunakan gadget tanpa mendapat bimbingan. Tapi jangan dilarang juga karena sebuah kemustahilan juga kalau kita melarang penggunaan teknologi," katanya.
Dengan adanya kasus ini, Fadil meminta masyarakat bijak dalam menggunakan teknologi. Apalagi menggunakan teknologi untuk mengeksploitasi anak.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengapresiasi langkah Polda Metro Jaya mengungkap kasus kejahatan seksual terhadap anak di media sosial.
"Kasus ini membuat masyarakat trauma besar karena korbannya begitu banyak, tidak perlu ahli IT tapi dengan gampangnya menggunakan facebook dan sebagainya. Ini adalah peristiwa akumulasi dari kasus lain, Komnas PA beri apresiasi untuk Krimsus Polda Metro Jaya," kata Arist.
Bahkan, dia meminta pihak kepolisian mengembangkan kasus ini. Hal ini dikarenakan korban semuanya anak dibawah umur dan disinyalir korban sudah ratusan.
"Telah terjadi tsunami teknologi mengakibatkan anak-anak yang menjadi korban, dengan diungkapnya kasus ini orangtua diharapkan memberi perhatian serius karena telah terjadi tsunami teknologi dan informasi yang menyebabkan anak-anak menjadi korban," ujarnya.
Â