Jejak Rekam Medis Herawati Diah Sebelum Wafat
- Antara/ R Sukendi
VIVA.co.id – Tokoh pers Indonesia, Herawati Diah, menghembuskan napas terakhir di usia 99 tahun pada pukul 04.20, Jumat, 30 September 2016, di Rumah Sakit (RS) Medistra, Jakarta.
"Wafat sekitar pukul 04.20 subuh tadi, di Rumah Sakit Medistra," kata anak almarhumah, Nurmandia, saat ditemui di rumah duka di Jalan Patra Kuningan 9, Jakarta Selatan.
Istri dari tokoh pers yang juga mantan Menteri Penerangan RI, BM Diah, ini meninggal saat menjalani perawatan intensif di ruang Intensive Care Unit (ICU) RS Medistra. Menurut Nurmandia, sebelum meninggal ibunya sempat mengeluh menderita sakit pada kaki.
"Asal pertamanya sakit pada kaki, trombosit pembuluh darah, kemudian paru-paru, jadi paru-paru jadi kena, beberapa kali sempat disedot darahnya, komplikasi," ujarnya.
Setelah menjalani perawatan di RS hampir selama tiga pekan, kondisi Diah sempat membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Namun, setelah dua hari di rumah, kondisi Diah kembali kurang baik, sehingga dibawa lagi ke RS Medistra.
Sebelum meninggal dunia saat dirawat di ruang ICU, kondisi tokoh pers Indonesia kelahiran Belitung ini sempat dipindahkan ke ruang rawat inap dan kemudian kembali harus dirawat di ruang ICU.
"Malah sempat pulang dua hari, kena lagi sesak nafas kita bawa lagi ke Medistra. Di sana dua hari dua malam, semalam sempat ke ruang rawat inap setelah itu masuk lagi ICU," ujarnya.
Herawati mengawali pendidikannya di Europeesche Lagere School di Salemba, Jakarta. Kemudian dia bersekolah ke Tokyo, Jepang, untuk menimba ilmu di American High School. Setelah itu, atas dorongan ibunya, Herawati berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar sosiologi di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York, dan lulus di 1941.
Bersama BM Diah, Herawati mengembangkan Harian Merdeka yang didirikan suaminya pada 1 Oktober 1945.Â
Secara pribadi, Herawati juga mendirikan dan memimpin The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika pada 1955 di Bandung, Jawa Barat. The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.
Di bawah Grup Merdeka, kedua insan pers ini mendirikan Mingguan Merdeka (1947), Majalah Keluarga (1952), dan majalah berita Topik (1972).
Pada era reformasi, di 1998 Herawati mendirikan Gerakan Perempuan Sadar Pemilu untuk memberikan pendidikan politik pada perempuan, bahwa memilih harus dilakukan berdasarkan pilihan hati nurani, bukan karena desakan orang lain. Seiring waktu, organisasi ini berubah menjadi Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan.