'Lanjutkan Reklamasi Pulau G, Pemerintah Melawan Hukum'
- Danar Dono
VIVA.co.id – Keputusan pemerintah pusat melanjutkan reklamasi di pantai utara Jakarta terutama Pulau G, disebut melanggar putusan hukum. Yakni, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pada Selasa 31 Mei 2016, PTUN Jakarta memutuskan tidak sah Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Gugatan ini diajukan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), yang didaftarkan pada 15 September 2015.
"Keputusan melanjutkan reklamasi telah mengabaikan keputusan PTUN yang memerintahkan untuk menghentikan reklamasi tersebut, yang sebelumnya juga telah dibatalkan mantan Menko Maritim Rizal Ramli, terang pemerintah melawan keputusan hukum," jelas Ketua Umum PP Pemuda Muhammdiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, kepada VIVA.co.id, Rabu 14 September 2016.
Dahnil mengatakan, kejadian ini semakin membuat pesimis publik, mengingat justru pemerintah yang melawan keputusan hukum itu sendiri.
Apalagi, menurut Dahnil, keputusan melanjutkan reklamasi itu hanya untuk kepentingan pemodal besar semata. Tanpa memperhatikan kepentingan rakyat kecil.
"Presiden Joko Widodo harus menghentikan watak rente seperti ini, yang mengabaikan kemanusian, keadaban dan hukum. Bila tidak rakyat pasti akan sangat marah," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Luhut Binsar Pandjaitan, mencabut keputusan penghentian proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Keputusan ini menganulir kebijakan yang dibuat Rizal Ramli saat masih menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya.
Keputusan itu diambil, setelah Luhut meninjau lokasi reklamasi, dan didukung pengkajian ulang terhadap proyek itu. Luhut menegaskan tidak ada yang salah dengan reklamasi Pulau G.
"Emang enggak ada yang salah. Tidak ada alasan untuk menghentikan. Setelah kita periksa aspeknya, legalnya, lingkungan hidup, teknis, semua, tidak ada alasan untuk menghentikan itu," kata Luhut di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 9 September 2016.