Dua Saksi Ahli Jessica Wongso Pernah Periksa Ribuan Mayat

Ahli patologi forensik dari RSCM, dr. Djaja Surja Atma
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Al Amin

VIVA.co.id – Tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso sudah menghadirkan saksi-saksi dalam sidang perkara kematian Wayan Mirna Salihin, setidaknya sudah lebih dari tiga saksi yang dihadirkan.

Jessica Wongso Pamer Bakat Baru di TikTok, Cover Lagu Viral Usai Bebas dari Penjara

Namun, yang menarik dari saksi-saksi yang dihadirkan ke hadapan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu, dua ahli patologi forensik yang hadir ternyata merupakan ahli forensik yang pernah terlibat dalam memeriksa jenazah-jenazah tragedi bom Bali I.

Keduanya yakni, dokter Beng Beng Ong dari Fakultas Kedokteran Universitas Quensland, Brisbane, Australia. Dan dokter Djaja Surya Atmadja dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Disebut jadi Bukti Baru di PK, Jaksa Putar Rekaman Video Wawancara Ayah Mirna

Beng Ong dan Djaja juga memiliki segudang pengalaman, dalam persidangan ke-18 Senin, 5 September 2016, dokter Beng Ong mengaku sudah melakukan pemeriksaan jenazah dengan jumlah lebih dari 2500 jenazah.

Jessica Wongso Walk Out di Sidang PK karena Jaksa Bawa Ahli: Ini Panggung Kami

FOTO: Dokter Beng Beng Ong.

Karena itulah, dia kini dipercaya menjabat Mahkamah Kriminal Internasional bidang forensik. Bahakn, juga pernah mendapatkan penghargaan dari Kepala Polri atas jasanya dalam penanganan korban bom Bali I.

Tak kalah hebatnya, dokter Djaja dalam persidangan ke-19 kemarin, mengatakan, dirinya adalah dokter DNA (deoxyribonucleic acid) pertama di Indonesia. Jika dihitung sejak tahun 1987, dokter Djaja menyebut telah menangani hampir tiga ribu kasus pemeriksaan mayat.

Bahkan, dokter Djaja mengaku pernah memeriksa jenazah korban Perang Dunia (PD) II. Meski sudah tewas selama 50 sampai 60 tahun, Djaja bisa mengungkap penyebab kematian korban perang itu.

"Saya pernah periksa jenazah korban Perang Dunia Kedua di Papua yang sudah 50 sampai 60 tahun meninggal, itu masih bisa ketahuan. Tapi, banyak faktor yang bisa mendukung dan bisa mempersulit proses autopsinya dalam kondisi seperti itu, misal apakah tanahnya basah atau kering, itu mempengaruhi proses pembusukannya," ujar Djaja, Rabu, 7 September 2016.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya