Ayah Mirna Ribut di Ruang Sidang
- VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon
VIVA.co.id – Ahli patologi forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr. Djaja Surya Atmadja, dalam sidang ke-19 perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, menjelaskan salah satu ciri khas keracunan sianida adalah adanya lebam pada jasad dan warna kulit kemerahan.
Djaja menyebut ciri itu, tidak ditemukan pada jasad Mirna. Menurutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter forensik dr. Slamet Purnomo, yang sebelumnya telah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, kondisi tubuh Mirna berwarna kebiruan, bukan merah.
Tapi, tiba-tiba, salah satu hakim anggota, yakni Hakim Binsar Gultom, mengatakan wajah Mirna kemerahan. Pasalnya, dia melihat warna kemerahan tersebut dari foto wajah Mirna yang berada di meja majelis hakim.
"Ini merah di meja saya, wajahnya Mirna," ujarnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 7 September 2016.
Kemudian, salah satu pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, menginterupsi ucapan Binsar.
"Interupsi, yang Mulia. Itu tadi bapak Mirna (Darmawan Salihin) naruh di meja sebelah sidang. Itu bukan bukti yang sah. Yang sah adalah berita acara pemeriksaan dokter Slamet," ujar Yudi.
Mendengar hal ini, ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, yang hadir di sidang dan duduk di kursi pengunjung langsung berdiri.
"Heh Yudi!" teriak Darmawan sambil menunjuk Yudi.
Tapi Yudi tak mengacuhkannya. "Oh ya sudah, ini tidak akan saya kaitkan dengan persidangan," ujar Yudi lagi
Pasca kejadian itu, tak berapa lama kemudian, Darmawan langsung dihampiri aparat kepolisian yang berjaga. Saat di luar ruang sidang, Darmawan mengklarifikasi, dia mengaku kesal karena Djaja sebagai ahli memberikan kesaksian yang membingungkan di persidangan.
"Salah paham saja. Saya ditegur saja. Di dalam dia (polisi) suruh saya duduk. Terus, saya bilang apa elu, dia enggak ngerti kalau saya ayah korban," ucap Darmawan.
Setelah Djaja selesai memberikan keterangan. Sidang dilanjutkan dengan menghadirkan ahli kedua, yaitu, dr. Budiawan selaku ahli kimia toksikologi. Namun baru berjalan sebentar, sidang kembali diskors lantaran ada peserta sidang yang ingin ke kamar kecil.
Setelah skors dicabut Ketua Majelis Hakim Kisworo, sidang pun bersiap mendengarkan keterangan dr. Budiawan. Namun JPU mengajukan keberatan kalau sidang dilanjutkan sampai tengah malam seperti pada Senin lalu, 5 September 2016. Kala itu, persidangan menghadirkan Beng Beng Ong, ahli patologi forensik dari Universitas Queensland, Brisbane, Australia. Sidang selesai sekitar pukul 01.00 WIB.
Hakim setuju terhadap keberatan JPU, dan memutuskan untuk membatasi sidang sampai pukul 23.00 WIB. Terhadap sikap majelis ini, Ketua tim penasihat hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, meminta majelis hakim untuk menunda persidangan. Sebab, dia khawatir jika keterangan ahli tidak akan maksimal jika dipotong.
"Setelah mempertimbangkan beberapa hal, ini harus selesai 23.00 WIB, kami mengusulkan sidang ditunda. Namun, sidang ditunda dengan permohonan diberi waktu tambahan satu kali lagi karena saksi kami masih banyak," tutur Otto.
Majelis hakim setuju dengan usulan Otto. "Jadi, sidang ini tidak bisa diteruskan. Kalau diteruskan sampai jam 23.00 WIB, keterangan ahli akan terpotong sehingga tidak maksimal. Maka, majelis sependapat dengan usulan penasehat hukum," ujar Hakim Ketua Kisworo.
Budiawan pun tak keberatan untuk ditunda dan bersedia hadir pada sidang selanjutnya. Majelis hakim kemudian mempersilakan Budiawan meninggalkan ruangan sidang. Kemudian sidang ditutup untuk dilanjutkan kembali Rabu pekan depan, 14 September 2016, dengan agenda mendengarkan keterangan Budiawan yang tertunda hari ini. "Dengan catatan nanti hadir di persidangan Rabu depan, dan sumpah tetap berlaku," kata Kisworo.
Sementara untuk tambahan waktu bagi penasihat hukum untuk menghadirkan saksi karena terjadi penundaan. Kisworo bilang, "Tadi sudah bermusyawarah, tambahan waktu hari Kamis 22 September 2016, kalau besok pagi sudah banyak jadwal sidang yang sudah direncanakan."