Ahli: Dokter RS Abdi Waluya Nyatakan Mirna Meninggal Wajar
- Instgam #ariefmirna2015
VIVA.co.id – Ahli Patologi Forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dokter Djaja Surya Atmadja menyebut, Wayan Mirna Salihin dinyatakan meninggal dalam kondisi wajar sesuai dalam surat kematian yang dikeluarkan dokter Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat.
Dokter Djaja yang didatangkan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso ke persidangan perkara kematian Wayan Mirna Salihin, sebagai saksi ahli, mengatakan, jika seseorang meninggal karena hal yang tak wajar, seharusnya dokter UGD RS Abdi Waluyo mengeluarkan surat rekomendasi pemeriksaan forensik atau dilakukan autopsi.
"Kalau wajar, surat kematian dikeluarkan oleh dokter di UGD. Tapi, kalau kematian tidak wajar, dokter UGD buat surat rekomendasi untuk pemeriksaan forensik atau dilakukan autopsi," kata Djaja di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu 7 September 2016.
Menurutnya, kematian tidak wajar, misalnya kecelakaan, pembunuhan, atau juga bunuh diri.
Kemudian, ketua tim kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan dalam persidangan menunjukkan sebuah surat kematian yang dikeluarkan oleh dokter di RS Abdi Waluyo atas Wayan Mirna Salihin, usai mendengarkan penjelasan Djaja itu.
Surat itu menyebut Mirna dinyatakan meninggal dunia pukul 18.30 WIB, setelah terlebih dahulu dilakukan pertolongan berupa bantuan napas serta resusitasi jantung dan paru. Lantas, Otto bertanya apa arti dari surat kematian itu.
"Kalau surat kematian dari dokter di UGD, berarti dinyatakan kematian yang bersangkutan (Mirna) adalah wajar. Kalau tidak wajar, pasti akan ada permintaan pemeriksaan forensik, baru nanti surat kematian dikeluarkan oleh dokter forensik setelah diperiksa menyeluruh," kata Djaja menjawab pertanyaan itu.
Djaja menuturkan, pemeriksaan seluruh tubuh (autopsi) harus dilakukan guna mencari tahu penyebab kematian seseorang. Karena, apabila hanya mengambil sampel salah satu organ, maka tidak bisa dikatakan sebagai pemeriksaan forensik berupa autopsi.
"Kami ini kan terikat dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dokter hanya melaksanakan permintaan penyidik. Penyidik berhak meminta, apakah dilakukan autopsi, atau hanya pemeriksaan sampel," ujar Djaja.