Fakta-fakta Saat Dokter Berusaha Selamatkan Nyawa Mirna
VIVA.co.id – Untuk pertama kalinya acara sidang perkara kematian Wayan Mirna Salihin berlangsung singkat. Berdasarkan catatan, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu, berlangsung kurang dari 10 jam.
Meski berlangsung singkat, Dua dokter dari Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap sejumlah fakta seputar upaya penyelamatan nyawa Wayan Mirna Salihin, usai mengalami keracunan di Kafe Olivier, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Kedua dokter, masing-masing bernama Prima Yuda dan Ardianto mengungkapkan cerita yang belum pernah tersiar ke publik itu di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, kemarin, Senin 29 Agustus 2016.
Fakta yang pertama terungkap ialah, tentang kondisi Wayan Mirna saat tiba di rumah sakit itu, pada Rabu 6 Januari 2016. Fakta itu diungkapkan Dokter Prima Yuda sebagai saksi pertama yang diminta kesaksiannya.
Di awal kesaksiannya, dokter yang bertugas di ruang gawat darurat RS Abdi Waluyo itu, memaparkan, saat tiba di rumah sakit, kondisi Wayan Mirna sudah tak bernyawa atau sudah meninggal dunia.
"Pasien meninggal sebelum sampai ke rumah sakit," kata Dokter Prima Yuda.
Dokter Prima menceritakan, Wayan Mirna ba di RS Abdi Waluyo pukul 18.00 WIB. Saat itu, Dokter Prima sedang berada di dalam ruangan gawat darurat untuk memberikan tindakan medis ke seorang pasien.
"Saya lagi menangani pasien lain, ada satu yang datang, kebetulan yang datang bernama Mirna. Saya enggak sempat nanya apa-apa, saat datang, langsung menolong. Karena ada suara minta tolong," kata Dokter Prima.
Dia mengatakan, saat masuk ke ruang gawat darurat dan diperiksa, kondisi Mirna sudah pada posisi henti napas, henti nadi dan henti jantung.
"Pertama kali dicek nadi sudah tidak teraba. Setelah itu kita lihat gerakan di dada juga sudah tidak ada. Kita periksa mata dan refleks cahaya tidak ada dan pupil mata mengecil," ujar Prima.
Selanjutnya... Keluarga Curiga Mirna Diracun...
Keluarga Curiga Mirna Diracun
Sementara, Dokter Ardianto dalam persidangan perkara kematian Wayan Mirna Salihin, menceritakan, keluarga Mirna sudah curiga putrinya tewas diracun saat Mirna dinyatakan meninggal,.
Dokter Ardianto mengatakan, kecurigaan keluarga atas kematian tak wajar Mirna diungkapkan saat meminta Ardianto untuk mengambil sampel cairan di lambung Mirna.
"Karena merasa ada (curiga) kematiannya diracun," kata Ardianto.
Menurut Ardianto, keluarga Mirna meminta cairan lambung diperiksa, setelah tidak ditemukannya tanda-tanda Mirna tewas karena pendarahan di otak, seperti dugaan sebelumnya.
"Saya sempat berbicara dengan seorang pria yang ternyata adalah suaminya. Diceritakan korban masuk rumah sakit itu kenapa. Mulai dari minum kopi, sampai masuk rumah sakit," kata Ardianto.
Kemudian, lanjutnya, saat itu ia melihat bibir Mirna sudah nampak kebiruan. Lantas, dirinya pun menawarkan orangtua yang tak lama tiba di lokasi untuk dilakukan CT scan pada Mirna.
"Apa ada pembuluh darah pecah. Ternyata tidak ada kelainan, semua normal," kata dia.
Namun, permintaan untuk mengambil carian lambung tak bisa dipenuhi. Karena menurut Ardianto, fasilitas medis di rumah sakit itu tidak menunjang tindakan autopsi.
"Saya sempat mensarankan agar dibawa ke rumah sakit lain untuk autopsi, saat itu yang terdekat hanya RSCM," katanya.
Selanjutnya... Hani Takut Senasib dengan Mirna...
Hani Takut Senasib dengan Mirna
Dokter Ardianto juga menceritakan, Boon Juwita alias Hani sempat dilanda ketakutan bakal mengalami nasib yang sama dengan Wayan Mirna, ketika tahu bahwa sahabatnya itu meninggal karena racun yang ada pada kopi yang diminum di Kafe Olivier.
"Dia bilang, ‘saya bisa mati juga ini', saya tenangkan Embak Hani, lalu dibaringkan di UGD (Unit Gawat Darurat). Lalu saya lakukan pemeriksaan tekanan darah, fisik. Kondisinya normal," kata Dokter Ardianto.
Menurut Ardianto, Hani berkata seperti itu karena mengaku sempat meminum es kopi Vietnam bersianida yang diminum Wayan Mirna.
"Mengaku sama saya minum juga. Saat awal kejadian, saya bertemu Hani, dia sempat panik," katanya.
Lalu, menurut Ardianto, untuk mengantisipasi keracunan serupa, dia memberikan resep obat yang harus dikonsumsi Hani.
"Saya resepkan Norit dan Laktasium. Norit berfungsi menyerap racun, laktasium adalah obat pencahar. Saya sarankan juga agar makan dan minum banyak supaya detoknya hilang secara alami," kata Ardianto.