Bertemu Ahok, Yusril Sanggah soal Kebiasaan Bahasa Kasar
- Irwandi Arsyad/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, pertemuannya dengan calon petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, hanya pertemuan biasa dalam rangka acara halal bihalal warga Belitung yang ada di Jakarta.
"Kami kumpul-kumpul dan tidak ada perbedaan satu dengan yang lain, bahwa ada perbedaan politik itu biasa saja, tapi tidak mengurangi kehangatan hubungan pribadi antara satu sama lain. Jadi politik boleh beda tapi silaturahim jalan terus," kata Yusril di Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Minggu 28 Agustus 2016.
Saat ditanya soal perbincangannya dengan Ahok, ia mengatakan tak ada yang istimewa. Saat itu Ahok hanya meminta pamit pulang dan Yusril memohon maaf atas keterlambatannya.
"Kalau kemarin memang saya ada sedikit koreksi apa yang dikatakan oleh Pak Ahok mengenai bahasa ya. Tadi pun saya memberikan sambutan, hal yang sama saya ulangi bahwa orang Belitung itu menggunakan bahasa Melayu Riau dan bahasanya itu halus," katanya.
Dia berharap tidak ada kesan yang timbul bahwa setiap orang yang berasal dari Belitung selalu menggunakan kata-kata kasar. “Itu sebenarnya dalam kenyataan tidak terjadi," kata Yusril.
Menurutnya, warga di Belitung menggunakan bahasa tulisan maupun lisan dengan sama halusnya. Kata-kata kasar, kata dia, bukan kebiasaan warga Belitung. Namun Yusril tak menampik adanya kelompok Tionghoa yang menggunakan bahasa Kek atau Hakka di daerah tersebut. Â
"Ngomong-ngomong seperti itu, saya sendiri bisa berbahasa Hakka dengan fasih dan saya tahu ada komunitas yang menggunakan kata-kata yang kotor atau kasar itu. Biasanya kelompok seperti preman itu biasanya di pasar-pasar, suka menggunakan bahasa begitu dan itu dianggap biasa di kalangan mereka, cuma kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia jadi seram," kata Ahli Hukum Tata Negara ini.
Ia karena itu sempat mengimbau kepada masyarakat Belitung yang ada di Jakarta supaya tetap menjunjung tinggi adat dan istiadat seperti yang dilakukan pendahulu mereka dalam hal berbahasa.
"Saya sama Andrea Hirata sama-sama dari Belitung dan bahasanya bagus. Kami dulu ada sastrawan walaupun beda ideologi seperti Aidit misalnya dulu menulis dalam bahasa sastra menggunakan kata-kata yang  kalau kita membaca tulisan Aidit, tulisannya bagus sekali, jadi tidak menggunakan kata-kata yang kasar," kata Yusril lagi.
Bahkan, kata dia, Muhammad Natsir dan Aidit tetap menggunakan kata-kata yang sopan ketika berbeda pandangan meskipun yang satu adalah ketua Masyumi dan lainnya adalah tokoh PKI.
"Jadi tidak ada penggunaan kata-kata yang kasar atau kotor. Jadi saya mengklarifikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa tidak betul karena kebiasaan di kampung bicara kotor sehingga seperti itu," kata Yusril.
Hal tersebut disampaikan Yusril menyusul pernyataan Ahok yang mengatakan bahwa di Belitung, penggunaan bahasa yang dianggap kasar adalah hal yang biasa. Pernyataan itu juga sempat direspons tak sepakat oleh kalangan masyarakat Belitung di Jakarta.
Â