Muak Pro Kontra Pilkada DKI, Massa Datangi DPP PDIP
- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA.co.id – Sekelompok warga menggelar aksi unjuk rasa secara teatrikal yang disebut dengan tapa pepe dengan berjemur beramai-ramai untuk menyampaikan aspirasi. Unjuk rasa tapa pepe ini dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Djoemali (48) yang digelar di depan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDIP).
Laki-laki paruh baya itu menaburkan tepung di badan para anggotanya dan menyiramkan cairan berwarna merah di bawah terik matahari. Ia juga mempertunjukkan aksi wayang kulit.
"Lihat ini wayang, ibaratnya sekarang ini sudah kehilangan telunjuk, penguasa kita kehilangan tuding. Masak bisa kehilangan telunjuk," kata Djoemali dalam orasinya di depan kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu 24 Agustus 2016.
Meski demikian ia tak menjelaskan rinci penguasa yang dimaksudkannya telah kehilangan telunjuk. Ketika ditanya wartawan jikalau aksi ini terkait dengan kebimbangan PDIP untuk mendeklarasikan dukungan terhadap calon Gubernur DKI Jakarta Ahok, Ia tak menanggapi eksplisit.
"Saya akan interpretasikan dengan diam, silahkan itu interpretasikan saja sendiri ketika kondisi tidak harmonis di sinilah letak rakyat berkuasa" katanya.
Ia mengatakan, protes tapa pepe awalnya merupakan ritual "pembangkangan" terhadap raja. Menurutnya, masyarakat Jakarta ?sudah muak dengan adanya pro-kontra dalam proses dukung dan usung calon gubernur DKI Jakarta untuk Pilkada Serentak 2017.
Masyarakat Jakarta kata dia, sudah muak dengan calon yang tidak konsisten, tidak santun, merendahkan keberadaan partai, arogan dan menebar kebencian. Aksi tapa pepe ini dilakukan agar Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan tidak memberikan "mandat" kepada calon yang tidak pantas.
"Ini biasanya dilakukan di alun-alun dan ditemui oleh rajanya. Tujuan saya raja dapat mendengar apa yang merupakan kehendak rakyatnya," kata Djoemali.
Sementara itu Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mempersilakan setiap kalangan mengekspresikan pendapatnya kepada Partai Moncong Putih.
"Ya, siapapun bebas mengekspresikan pendapatnya," kata Hasto.