- VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon
VIVA.co.id – Sidang gugatan secara perwakilan kelompok atau class action warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, terhadap pemerintah tentang normalisasi Kali Ciliwung di kawasan tersebut, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 23 Agustus 2016, ditunda.
Penundaan itu lantaran ada beberapa warga RW 10, 11, dan 12 Bukit Duri, Jakarta Selatan yang baru mendaftarkan diri sebagai penggugat. Selain itu, ada beberapa warga yang ingin keluar sebagai penggugat lantaran disebut sudah menerima rumah susun (Rusun) dari pemerintah.
"Agenda kami adalah penerimaan daftar penggugat option in dan out dari RW 10, 11, dan 12 yang terdampak. Ada warga yang belum masuk dalam daftar penggugat ingin bergabung, dan ada warga yang sudah masuk sebagai penggugat, tapi dia ingin keluar (sebagai penggugat)," ujar kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 23 Agustus 2016.
Vera menjelaskan, ada 42 orang warga Bukit Duri yang ingin masuk menjadi penggugat baru, sedangkan yang ingin keluar sebagai penggugat ada dua orang.
Sebelumnya, menurut dia, ada 60 warga Bukit Duri yang menjadi penggugat. Majelis hakim pun menyatakan class action warga Bukit Duri telah memenuhi prosedur dan sah menurut hukum, sehingga bisa segera masuk dalam materi gugatan.
Pantauan VIVA.co.id, sidang itu hanya berlangsung selama 15 menit. Pihak penggugat terlihat memberikan tambahan materi gugatan yang dimaksud. Sementara pihak tergugat mengecek tambahan materi yang diserahkan ke majelis hakim.
Setelah menerima berkas tersebut, Hakim Ketua Riyono pun menunda sidang hingga dua pekan ke depan. "KTP asli untuk verifikasi, jangan sampai bodong. Supaya meyakinkan saya. Kami tunda sidang tanggal 6 September 2016 mendatang," ujar Riyono.
Seperti diketahui, warga RW 10, 11, dan 12 Bukit Duri, Jakarta Selatan menggugat rencana pemerintah yang melakukan normalisasi kali Ciliwung di kawasan tersebut. Mereka meminta rencana itu dibatalkan.
Sebab, menurut mereka, apa yang dilakukan pemerintah tidak dapat diteruskan lagi lantaran program yang dimaksud sudah berakhir masanya pada 5 Oktober 2015. Namun, hingga kini pemerintah masih terus melakukan kegiatan normalisasi di sana. "Normalisasinya dibatalkan, tidak bisa dilakukan karena sudah kedaluwarsa," kata Vera.
(mus)