- ANTARA/Reno Esnir
VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menilai, keharusan dirinya untuk mengambil cuti selama masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, dapat merugikan warga Jakarta.
Menurut Ahok, kerugian itu menunjukkan aturan cuti kampanye seperti yang tertera dalam pasal 70 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, dasar hukum Pilkada serentak, memiliki pertentangan dengan aturan perundang-undangan lain.
Pasal 60 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur masa jabatan kepala daerah adalah lima tahun sejak ia dilantik.
Sementara, UU Nomor 10 Tahun 2016 mengatur dirinya cuti minimal empat bulan, sepanjang masa kampanye (26 Oktober 2016 - 11 Februari 2017). Belum lagi, jika Pilkada diselenggarakan dua putaran. Masa di mana ia diharuskan cuti bisa bertambah hingga enam bulan.
"Saya cuma mengatakan, yang dipaksakan, dirampas hak cuti itu keterlaluan, bertentangan dengan UUD 1945," ujar Ahok di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin, 22 Agustus 2016.
Ahok mengatakan, masa kerja 60 bulan seperti diatur UU Nomor 23 Tahun 2014, secara serta merta bisa dipotong hingga enam bulan oleh ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016.
Menurutnya, hal itu merupakan alasan utama aturan cuti kampanye petahana digugat. Ia dapat kehilangan kewajibannya bekerja sebagai Gubernur DKI selama enam bulan.
"Masa enam bulan tidak kerja? Berarti orang Jakarta akan dirugikan selama enam bulan. Enggak ada gubernur yang dipilih mereka (untuk bekerja)," ujar Ahok.