Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama atau Ahok terjun ke Pilkada DKI 2017 lewat jalur partai politik dinilai memperlemah posisi tawar calon petahana tersebut.
"Suka tidak suka membuat posisi tawar petahana turun sedangkan posisi tawar partai politik naik melejit," kata pengamat politik yang juga Direktur EmrusCorner, Emrus Sihombing, Senin 8 Agustus 2016.
Baca Juga :
Djarot Harap Pendemo Tak Rusak Taman Kota
Baca Juga :
Blusukan di Mampang, Sandi Dicegat Kiai Berjubah
"Suka tidak suka membuat posisi tawar petahana turun sedangkan posisi tawar partai politik naik melejit," kata pengamat politik yang juga Direktur EmrusCorner, Emrus Sihombing, Senin 8 Agustus 2016.
Menurut Emrus, sebelum didukung parpol di Pilkada DKI 2017, Ahok telah membuat parpol posisi seorang petahana melejit. Ia seolah di posisi rebutan untuk dilamar oleh paprol.
"Bahkan sampai ada partai mendeklarasikan dan memposisikan diri hanya sebagai pendukung, bukan pengusung. Padahal, sejatinya partai itu berfungsi sebagai pengusung," kata Emrus.
Dan kini, dengan keputusan lewat jalur parpol, bisa dipastikan posisi Ahok telah berubah. Ia dibawah kendali parpol pengusung. Tidak ada jaminan bahwa Ahok akan diusung partai, sebelum benar-benar didaftarkan oleh parpol pengusungnya.
"Perubahan peta politik, termasuk partai yang akan mengusungnya, sangat-sangat cair, secair petahana 'mengabaikan' sejuta KTP dukungan," kata Emrus.
Selain itu, Emrus berpendapat, kini Ahok juga tidak memiliki kekuatan lagi untuk menempatkan calon wakil pendampingnya. Sebab, proses komunikasi politik tentu akan ada transaksi kepentingan.
Begitu pun ke depannya. Masuknya parpol dalam pencalonan Ahok di Pilkada DKI 2017, secara otomatis ikut mempengaruhi segala lini.
"Rendahnya posisi tawar tersebut pasti berdampak pada semua bidang kepentingan politik, termasuk visi politik petahana terhadap kepentingan partai pengusung," kata Emrus.
Tak cuma itu, kini bahkan posisi Ahok justru semakin terjepit. Ia bak terjun bebas dalam proses komunikasi politik dengan tiga partai yang kini berkemungkinan akan mengusungnya.
"Posisi masing-masing tiga partai untuk mengusung petahana, relatif sama menjadikan dirinya cagub. Artinya, salah satu partai menarik dukungan, petahana dapat membuat dirinya tidak jadi Cagub, karena jumlah kursi di DPRD-DKI Jakarta belum memadai," kata Emrus.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Emrus, sebelum didukung parpol di Pilkada DKI 2017, Ahok telah membuat parpol posisi seorang petahana melejit. Ia seolah di posisi rebutan untuk dilamar oleh paprol.