Habiburokhman Akan Berseberangan Lagi dengan Ahok
- Antara/ Fanny Octavianus
VIVA.co.id - Ketua Bidang Advokasi di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Habiburokhman sepertinya kembali akan berseberangan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Keduanya tak lagi berseberangan di jagat dunia maya saja, tapi kini, akan berseberangan dalam uji meteriil atau judicial review soal cutinya seorang calon kepala daerah petahana saat masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah.
Pasalnya, Habiburokhman akan mendaftarkan intervensi atau permohonan menjadi pihak terkait dalam perkara uji materiil Pasal 70 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Ahok. Menurutnya, Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada sangat penting untuk menjamin agar Pilkada yang diikuti petahana, bisa berjalan adil tanpa adanya penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh jabatan.
Rencananya, hal tersebut akan dilakukan pada hari Senin, 8 Agustus 2016 mendatang. Ini dilakukan karena Ahok dinilai takut kalah dalam proses Pilgub DKI mendatang.
"Ada kesan bahwa Ahok sebagai petahana sangat takut kalah jika pasal tersebut diterapkan dalam Pilgub DKI mendatang. Dua hal penting yang diatur dalam Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada tersebut adalah keharusan cuti dan larangan menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye," ujar Habiburokhman, Jumat, 5 Agustus 2016.
Ia menuturkan, pasal tersebut merupakan perubahan dari UU yang sebelumnya memuat keharusan dan larangan yang sama, namun frasa yang digunakan bukan "selama masa kampanye" tetapi "pada saat melakukan kampanye".
Dengan ketentuan yang lama, dia meyakinkan akan banyak sekali celah yang dilakukan oleh petahana untuk mengambil keuntungan dengan memanfaatkan jabatan. Beberapa di antaranya, seperti menggunakan trik cuti on off, yaitu mengajukan cuti saat akan menghadiri kampanye rapat terbuka dan berhenti cuti sehari setelahnya dan berulang lagi pada hari kampanye berikutnya.
Metode kampanye Pilkada saat ini bukan hanya rapat terbuka yang bisa dihadiri pasangan calon secara langsung namun bisa juga dengan metode pemasangan alat peraga, iklan di media massa dan penyebaran bahan kampanye. Dengan demikian ada peluang besar bagi mereka untuk memanfaatkan pengaruh jabatan dalam kampanye selain rapat terbuka.
Selain itu, dia menjelaskan, ada hal lain yang sering dilakukan oleh petahana, seperti kampanye terselubung dengan menghadiri berbagai seremonial peresmian. Di mana untuk pasangan calon lain hanya boleh tampil sesekali pada saat jadwal kampanye.
Sementara itu calon petahana dengan leluasa tampil di media dengan kapasitas sebagai kepala daerah aktif. Hal ini tentu saja sangat tidak adil karena pada akhirnya frekuensi kemunculan di publik menjadi sangat timpang.
"Menurut catatan kami, pada pelaksanaan Pilkada serentak tahun lalu keluhan soal tidak tersentuhnya petahana yang memanfaatkan jabatan merupakan salah satu isu utama sengketa di MK. Dengan pengaturan pada pasal yang lama, penantang petahana diibaratkan bertinju dengan tangan terikat," katanya.