Produsen Kosmetik Palsu Pasar Asemka Pakai Bahan Berbahaya
- VIVA.co.id / Bayu Januar
VIVA.co.id - Tim dari Polda Metro Jaya berhasil meringkus seorang pembuat kosmetik palsu. Dia mengedarkan produk abal-abal itu di Pasar Asemka, Jakarta, maupun dijual daring (online) di Internet.
Kepala Unit V Subdit Industri Dagang Ditreskrimus Polda Metro Jaya, Komisaris Polisi Bintoro, mengatakan tersangka membuat kosmetik dari bahan berbahaya dan mencampurkan zat-zat yang tidak seharusnya digunakan di kulit manusia.
"Pelaku menggunakan soda kue, pewarna makanan dan bahkan diduga memakai zat kimia merkuri, tapi masih kami selidiki di BPOM," kata Bintoro kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jumat 5 Agustus 2016.
Bintoro menegaskan, zat yang dicampur oleh pelaku dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi kulit konsumen. "Dampaknya banyak seperti gatal-gatal bahkan bisa sampai kanker kulit," ujarnya.
Kepada penyidik, pelaku melakukan aksinya secara autodidak. Dalam pengungkapan ini, Bintoro juga mengungkapkan, memang belum ada laporan masyarakat terkait kosmetik palsu ini. Kosmetik ini biasa dijual di Pasar Asemka dan secara online.
"Kami dapatkan informasi dari google keluhan masyarakat. Lalu kami telusuri dan didapati hal demikian," ujarnya.
Mengenai merek yang dipalsukan, Bintoro menjelaskan, pihak yang bersangkutan belum melaporkan tindak pidana pemalsuan merek dagang.
"Kami hanya menyelidiki isi kosmetiknya, untuk merek dagang pihak yang bersangkutan belum melaporkan, karena terkait merek harus ada delik aduan," ucapnya.
Adapun kosmetik dan sabun cair pembersih muka dan sabun cair pembersih badan diedarkan atau dijual pelaku sebesar Rp25 ribu.
"Tersangka memproduksi sabun cair pembersih muka dan sabun cair pembersih badan setiap hari antara 50 sampai dengan 100 paket dengan label yang dicetak sendiri," ucapnya.
Dalam pengakuannya, tersangka FL. besama tiga orang karyawannya telah melakukan aksinya sejak bulan Maret 2016.
"Tersangka mendapatkan keuntungan atas sabun cair pembersih muka dan sabun cair pembersih badan tersebut setiap bulannya yaitu antara Rp37,5 juta hingga mencapai Rp75 juta," katanya.
Untuk membedakannya, Bintoro menjelaskan, produk kosmetik palsu tersebut secara kasat mata terlihat.
"Terlihat kasat mata warna label lebih pudar dibanding aslinya, lalu dari harga pasti jauh lebih murah. Untuk itu masyarakat harus pintar memilih kosmetik. Jangan asal murah," ujarnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 197 dan Pasal 106 ayat (1) UU RI No.36
tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar dan Pasal 62 ayat (1 ) dan Pasal 9 ayat (1) UU RI No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
(ren)