Digugat Pengamen Rp1 Miliar, Kejati DKI Mangkir Sidang Lagi
Senin, 1 Agustus 2016 - 14:33 WIB
Sumber :
- Irwandi Arsyad - VIVA.co.id
VIVA.co.id
- Untuk kedua kalinya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, mangkir menghadiri panggilan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, sebagai pihak termohon dalam perkara salah tangkap terhadap dua pengamen.
Kejati DKI, dalam persidangan praperadilan itu, digugat Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto, dengan membayar Rp1 miliar, atas perkara pembunuhan yang diajukan jaksa Kejati DKI Jakarta ke pengadilan.
"(Termohon) Kejaksaan tinggi sudah kami panggil dua kali namun tidak hadir," kata Totok Sapti Indrato, hakim tunggal sidang praperadilan itu, Senin 1 Agustus 2016.
Dalam sidang itu, hanya termohon satu, yakni Polda Metro Jaya dan Kementerian Keuangan RI yang hadir.
Hakim menilai, Kejati DKI Jakarta tidak serius terhadap praperadilan yang diajukan pemohon itu. Karena itu, meski Kejati DKI mangkir, hakim menegaskan tetap melanjutkan persidangan dan menganggap Kejati DKI Jakarta melepaskan haknya dalam permohonan praperadilan.
"Kami memandang yang bersangkutan tidak serius. Sidang tetap dilanjutkan. Kami menganggap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melepaksan haknya dalam permohonan praperadilan," ujar Totok.
Hakim juga menegaskan, sesuai dengan peraturan yang telah diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sidang permohonan praperadilan harus sudah diputuskan dalam kurun waktu paling lama tujuh hari. Dia juga mengagendakan pembacaan putusan pada hari Senin pekan depan.
"Praperadilan waktunya terbatas, tujuh hari harus sudah putus. Hari ini pembacaan permohonan. Besok jawaban. Rabu bukti surat, Kamis saksi. Senin sudah kami putus," katanya
Berdasarkan pantauan
VIVA.co.id
, sidang baru dimulai pukul 13.02 WIB di ruang sidang dua PN Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan permohonan oleh pemohon. Nurdin dan Andro tampak hadir langsung dalam sidang tersebut. Sementara pihak termohon hanya dihadiri kuasa dari Polda Metro Jaya dan juga dihadiri kuasa pihak turut termohon, Kementerian Keuangan RI.
Andro dan Nurdin mengajukan gugatan, setelah resmi dibebaskan karena tidak terbukti bersalah, usai sempat dijatuhkan hukuman pidana perkara pembunuhan.
Tak tanggung-tanggung, dua pengamen asal Cipulir itu, menggugat Polri dan Kejaksaan Agung membayar ganti rugi atas kasus salah tangkap itu, senilai Rp1 miliar.
"Klien kami dulu dipidana gara-gara dituduh membunuh. Kemudian kita bisa membuktikan di level banding, kita menang. Kemudian jaksa kasasi, kemudian putusannya (Kasasi) menguatkan keputusan banding. Inti keputusan banding tidak bersalah dan dibebaskan," ujar Arief Senin 25 Juli 2016 pekan lalu.
Dalam gugatan itu, pemohon I dan II menuntut ganti kerugian materil dan imateril kepada pihak termohon dan turut termohon. Dalam permohonannya, pemohon I meminta ganti rugi materil Rp. Rp. 75.440.000 dan imateril Rp. 590.520.000. Sedangkan pemohon II, meminta ganti rugi materil Rp. 80.220.000 dan imateril Rp. 410.000.000. "Total ganti kerugian sekitar kurang lebih satu miliar rupiah," ucap Arief.
Untuk diketahui juga, kedua pengamen itu, dituduh dan disangka hingga dipidanakan dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir pada akhir Juni 2013.
Keduanya ditangkap, ditahan, diproses secara hukum meski pun tidak ada bukti yang mengarahkan mereka sebagai pembunuh Dicky. Hal itu diperkuat dengan adanya putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan juga diperkuat dengan hasil kasasi di Mahkamah Agung.
Andro dan Nurdin, telah dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara yang divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan keduanya tidak bersalah dan dibebaskan. Namun, Jaksa Penuntut Umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasil keputusan Kasasi juga mengokohkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Kasus pembunuhan Dicky Maulana diduga dilakukan enam anak jalanan yang sehari-hari mengamen di Cipulir, Jakarta Selatan. Mereka adalah dua terdakwa dewasa, Andro dan Nurdin, dan empat terdakwa anak di bawah umur yang kasasinya tengah berjalan di Mahkamah Agung (MA). Mereka berinisial FP (16 tahun), F (14 tahun), BF (16 tahun), dan AP (14 tahun).
Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Pada 1 Oktober 2013, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara tiga sampai empat tahun, kepada empat terdakwa anak di bawah umur. Sedangkan, dua terdakwa dewasa, masing-masing dihukum tujuh tahun penjara.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas Andro dan Nurdin dalam kasus pembunuhan ini. Pada putusan banding Nomor 50/PID/2014/PT DKI, majelis hakim menyatakan kedua pengamen itu tak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dalam gugatan itu, pemohon I dan II menuntut ganti kerugian materil dan imateril kepada pihak termohon dan turut termohon. Dalam permohonannya, pemohon I meminta ganti rugi materil Rp. Rp. 75.440.000 dan imateril Rp. 590.520.000. Sedangkan pemohon II, meminta ganti rugi materil Rp. 80.220.000 dan imateril Rp. 410.000.000. "Total ganti kerugian sekitar kurang lebih satu miliar rupiah," ucap Arief.