Kasus Reklamasi, KPK Usut Dugaan Aliran Dana ke DPRD
- Fajar GM - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelisik mengenai adanya dugaan suap yang diterima anggota DPRD DKl Jakarta terkait pembahasan raperda mengenai reklamasi.
Dugaan adanya aliran dana itu menjadi salah satu pertanyaan yang diajukan penyidik kepada anggota DPRD DKl Jakarta dari Fraksi Partai Nasdem, Inggard Joshua, yang menjalani pemeriksaan pada hari ini, Rabu 8 Juni 2016.
Inggard mengakui bahwa dia ditanya mengenai apakah ada aliran dana kepada sejumlah ketua Fraksi di DPRD DKl Jakarta. Menurut Inggard, dia telah menjelaskan yang diketahuinya kepada penyidik KPK.
"Oh ya, bicara mengenai hal itu. Tapi, tentu saja kalau ditanya oleh penyidik kan tidak boleh menyembunyikan apa yang kita ketahui, saya jelaskan itu," kata Inggard, usai menjalani pemeriksaan.
Kendati demikian, Inggard mengaku tidak mengetahui mengenai kebenaran adanya dugaan aliran suap itu.
"Saya bilang Wallahu A’lam ya kan, seperti yang saya katakan dulu, bahwasanya mengiyakan tidak, menidakkan tidak," ujar dia.
Diketahui, kasus dugaan suap dalam pembahasan Raperda Reklamasi ini terungkap setelah KPK menangkap tangan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan anak buahnya yang bernama Trinanda Prihantoro serta Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta, Mohammad Sanusi.
Ariesman dan Trinanda disangka telah memberikan suap kepada Sanusi miliaran rupiah. Diduga, uang tersebut terkait raperda tentang reklamasi yang tengah dibahas di DPRD DKl Jakarta.
Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dua raperda tersebut diketahui memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali tertunda. Disinyalir, pembahasannya mandek lantaran terkait dengan aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.
Diduga, hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKI Jakarta. Namun, diduga terdapat pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota Dewan.